Sabtu, 10 Desember 2011
MARTIR JALANAN
Terlepas dari ketidaksetujuan soal cara yang dipilih, saya sepakat bahwa aksi bakar diri ini adalah pesan perlawanan terhadap status quo yang tidak bergerak dari persoalan korup yang menggurita. Aksi nekat dan cenderung merusak diri ini dari sisi iman memang sangatlah memprihatinkan. Namun dari kacamata sosia, bagi saya Sondang Hutagalung sang pelaku bakar diri adalah Martir Jalanan yang memberikan dirinya sebagai korban untuk menarik kesadaran kritis masyarakat dalam menumbangkan situasi kebangsaan kita yang semakin memuakkan.
Apapun perbedaan cara kita melihat Sondang, jangan biarkan korbannya sia-sia. Bergerak dan melawan. Selamat Jalan Sondang, Martir Jalanan!
Jumat, 02 Desember 2011
DARI DAERAH UNTUK INDONESIA
Dewan Perwakilan Daerah dapat menjadi penyeimbang kuat agar lembaga negara lain yang terkait dapat meningkatkan kinerjanya demi pelayanan atas publik. Sayangnya, bahwa hingga kini pun sesungguhnya semakin tergambar realita bahwa daerah benar-benar dalam keadaaan yang menantikan keadilan. Tercermin pula dari posisi DPD RI yang belum memiliki kewenangan yang mampu mengimbangi performa saudaranya di DPR RI. Maka sekali lagi cita-cita mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan pembangunan daerah serta pemenuhan hak-hak rakyat yang lebih sejahtera menjadi benar-benar menantang di lembaga yang masih belia ini. Tidak salah bila dengan berbagai problem ketidakadilan di daerah yang marak seperti terjadi di Papua, membuat para senator di DPD RI disebut sebagai aktor penantang perubahan.
Jadi, bila saya adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah, ruang-ruang komunikasi yang humanis dengan rakyat didaerah akan saya buka. Hal ini dapat dilakukan dengan senantiasa tampil apa adanya, jujur, bersahaja dan memberikan keteladanan bagi rakyat di daerah saya tinggal. Untuk menjaga ini, maka perlu menjaga habituasi dengan senantiasa memberi porsi besar waktu dengan berada diantara rakyat di daerah. Ini akan membantu saya dalam memupuk semangat memperjuangkan kepentingan daerah yang tersinergi dalam kebutuhan masa depan bangsa dan negara. Selain itu saya akan melakukan penguatan peran orang muda daerah, mereka akan didorong untuk lebih menyadari peran penting mereka sebagai aktor perubahan. Dengan melibatkan dan membangun jejaring diantara orang muda terutama organisasi kemahasiswaan maka akan terbangun gerakan sosial yang kuat dalam mengawal kebijakan pembangunan di daerah. Tentu saja dalam kapasitas saya yang terbatas saya juga akan berdialog dengan para pemangku kebijakan dan penyelenggara pemerintahan daerah agar memberikan kesempatan melalui program pemberdayaan kaum muda lewat anggaran daerah. Ini jauh lebih berguna dilakukan secara terintegrasi ketimbang dijadikan hibah yang pragmatis saat pilkada berlangsung.
Jejaring kaum muda daerah yang juga berada diluar daerah serta luar negeri juga akan saya kembangkan agar mereka yang berada di luar daerahnya mau kembali atau setidaknya berkontribusi lewat cara dan kapasitas mereka demi penguatan peran pembangunan daerah. Orang-orang muda ini bersama saya akan menjadi ujung tombak perubahan yang langsung menyapa serta bekerja bersama elemen kepentingan di daerah untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik bagi Indonesia. Realistis setelah menghitung persentase kebutuhan pribadi saya, sekali lagi kebutuhan dan bukan keinginan, maka selebihnya dari gaji saya akan saya alokasikan untuk beasiswa bagi beberapa orang dari orang muda daerah yang terkendala masalah keuangan dan terbukti punya prestasi dan potensi sebagai pemimpin daerah di masa mendatang. Selain menjaga semangat muda, ini juga akan menjadi sebuah pembelajaran besar bagi mereka sebagai penerus tongkat estafet kepemimpinan daerah bahkan di pusat pemerintahan Republik Indonesia.
Seandainya menjadi anggota DPD RI. Bilapun tidak saya akan menjadi orang muda yang kritis dan berkontribusi sesuai dengan kapasitas untuk pembangunan daerah. Seperti Chico Mendes yang difilmkan dalam Burning Seasons, gagal jadi senator tetap berjuang demi perubahan sebagai aktor yang berani dan inspirator bahkan rela mati demi mimpinya yang luar biasa bagi daerahnya. Pernah menonton kisahnya? Jika belum, sebaiknya tonton dan maknai panggilan anda untuk daerah serta rakyat yang terpinggirkan oleh ketidakadilan.
Semoga DPD RI dapat menjadi kuat dan terlibat dalam mengupayakan Indonesia yang berdaulat. Aminn.... Amin!
Minggu, 27 November 2011
Tugas Asistensi Mata Kuliah Agama di UGM
Sebagai materi akhir penutup dari rangkaian mata kuliah Agama Katolik kita akan belajar tentang kerukunan umat beragama. Maka lakukanlah suatu survei sederhana ke Pondok Pesantren yang dapat anda jangkau secara berkelompok. Beberapa hal yang perlu anda lakukan adalah menemukan jawaban dari beberapa pertanyaan berikut:
1. Sejarah singkat Pondok Pesantren yang anda survei?
Bila ada kesulitan jangan sungkan untuk berkomunikasi. Selamat mengerjakan tugas belajar dan menemukan Tuhan dalam segala. Semangat!!
Kamis, 03 November 2011
TUGAS ASISTENSI KULIAH PSIK UGM
TUGAS REFLEKSI
KULIAH AGAMA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
Anda telah belajar dan mendiskusikan tentang makna Keimanan dan Ketakwaan dalam persfektif kekatolikan. Maka untuk mengolah pemahaman anda, buatkanlah refleksi pengalaman pribadi anda yang berkaitan dengan Tema Keimanan dan Ketakwaan. Refleksi paling lambat sudah diterima pada tanggal 07 November 2011 Pkl. 23.59 WIB.
Catatan:
· Refleksi bersifat individu
· Memuat pengalaman nyata yang berkaitan dengan Keimanan dan Ketakwaan
· Bagian akhir refleksi menguraikan tentang peran Tuhan dalam pengalaman anda tersebut serta nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari balik pengalaman tersebut
· Tulisan min 3 Halaman dan maks 5 hal. Ukuran kertas A4, Font Time New Roman, Size 12
· Dishare sesuai dengan kesepakatan pada saat kuliah pertama.
· Harap konfirmasi via SMS ke 0812 2729 2686 bagi yang telah mengirimkan tugas
Senin, 17 Oktober 2011
Pribadi Yang Bertanggungjawab
Malam sedang menuju kesunyian langit kota Yogyakarta, sesaat sebelum menyambut Pesta Rakyat, pesta pernikahan putri bungsu Ngarso Dalem. Di lobi sebuah hotel di kawasan Adi Sucipto saya dan 3 orang rekan dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menunggu seorang alumni kami yang dikenal luas dalam panggung demokrasi era 65. Pak Cosmas Batubara yang merupakan mantan Ketua Presidium Pusat PMKRI serta pernah menjabat menteri perumahan dan juga menteri tenaga kerja menyapa kami dengan ramah. Malam itu kami bertemu berkaitan dengan Kongres Nasional dan Majelis Permusyawaratan Anggota yang akan diadakan di Surakarta.
Setelah saling menyapa dan berjabat tangan, beliau membuka pembicaraan dengan mengungkapkan alasan keterlambatan pesawatnya karena kehadiran Presiden RI di Yogya. Perbincangan seputar kongres pun dimulai dan sangat menarik. Namun satu hal lain yang lebih menarik bagi saya pribadi adalah justeru kisah sederhana yang beliau sampaikan. Kisah yang sama seperti dikisahkan sebelumnya saat kami bertandang ke rumah beliau di daerah Cikini, Jakarta. Kisahnya adalah tentang pengalaman kecilnya saat menjadi mahasiswa.
Beliau menuturkan, suatu ketika saat ia menjadi Ketua Presidium Pusat PMKRI dan sedang melakukan kunjungan ke salah satu cabang di Surabaya. Sepulang dari kunjungannya tersebut dan tiba kembali di Jakarta, beliau ditanyai oleh Bendaharanya seputar karcis kereta api sebagai bukti perjalanannya. Saat ditanyai ia kebingungan karena bagaimana mungkin seorang Bendahara berani menuntut pertanggungjawaban keuangan dari Ketua. Namun, rekannya yang menjabat sebagai Bendahara tidak mau tahu soal itu. Sebagai seorang Bendahara ia merasa berhak meminta sebagai pertanggungjawaban yang akan dicatatkan dalam laporan keuangan. Cosmas Batubara akhirnya menyadari makna tersirat dari peristiwa itu. Untungnya karcis itu masih dapat ditemukan setelah mencari beberapa saat.
Rupanya pelajaran berharga itu begitu penting bagi seorang Cosmas Batubara. Tanggungjawab yang diajarkan lewat dialognya dengan Bendahara tersebut ternyata membekas dan membentuk sikap tangungjawab dalam dirinya sampai ia menjadi seorang menteri. Dalam tiap perjalanan dinasnya ia selalu mengecek bukti pertanggungjawaban dan semua hal yang harus dilaporkan untuk disiapkan dengan baik oleh bawahannya. Ia menganggap sebagai seorang pemimpin ia mesti memberi keteladanan pula bagi para bawahannya.
Begitu bersemangatnya beliau menuturkan kisah kecilnya tersebut. Ia berharap bahwa nilai-nilai yang sama masih menjadi bagian dari identitas mahasiswa kekinian. Saya secara pribadi merasa bahwa kisah itu adalah kisah yang sama dan diulang. Namun kesadaran kecil saya mengatakan bahwa kisah yang sama setara dengan peringatan atau pesan yang sama pula, bahwa setiap kita perlu menjadi pribadi yang bertanggungjawab sejak dini. Nilai-nilai tanggungjawab dalam konteks kepemimpinan menjadi elemen yang sangat penting artinya di tengah kritik luas di Eropa yang tengah dilanda krisis ekonomi maupun di dalam negeri yang digoncang oleh gonjang-ganjing kabinet.
Tanggungjawab adalah satu sikap dan karakter yang dewasa ini telah menjadi barang langka. Sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen USD pun saya menyadari hal ini. Sembari setengah berseloroh saya pernah bilang, kalau memang organisasi kemahasiswaan tidak bertanggungjawab dalam mewadahi kepentingan mahasiswa, ya bubarkan saja. Artinya, kehadiran suatu peran selalu melahirkan konsekuensi. Maka tanggungjawab utama adalah menjalankan perannya masing-masing. Bayangkan bila dalam sebuah panggung komedi sekelas Overa Van Java salah seorang pemain tidak bertanggungjawab dengan perannya. Tentu saja alur cerita akan menjadi lain dan tidak menarik. Demikianlah tanggungjawab menjadi satu keunggulan yang perlu ditanamkan sejak dini agar kelak kita yang saat ini menjadi mahasiswa dapat memberi kontribusi positif bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Nah, sudahkah kita bertanggungjawab dengan studi dan peran kita masing-masing?
Jangan sampai karena tak bertanggungjawab kita sulit mendapat kepercayaan dan pekerjaan. Bila demikian bukan tidak mungkin kita nyasar ke alamat palsu dan mempertanyakan hidup. Kemana .. kemana .. kemana … (I You Think Think Style)
Senin, 22 Agustus 2011
JANGAN MENGHINDAR
Tapi bukankah pilihan dalam menghidupi pengalaman ada pada kita? Tidak banyak kita menyadari betapa besarnya kuasa kita atas waktu yang mengisi batasan pengalaman. Kita lebih banyak terjebak dalam arus waktu dan dikendalikan oleh kesibukan di dalamnya tanpa kita mampu mendorong kesadaran ke arah pencerahan. Seorang sahabat bercerita bagaimana ia dalam kesunyian dan komplikasi masalah tanpa seorang pun yang menaruh hati dan waktu untuk mengerti persoalannya. Sementara yang lain seakan hidup dalam ruang yang teralienasi dan mengalami kegalauan luar biasa dalam mengolah pengalaman. Beberapa yang bahkan terang-terangan menunjukkan sikap rendah diri dan seakan kehilangan rasa percaya diri dalam melihat posisinya dalam hidup. Sahabat yang mengalami tekanan hebat ini merasa diabaikan. Mereka yang seharusnya hadir saat dibutuhkan, termasuk orang terdekatnya sekalipun tak mampu memberinya kelegaan. Sepanjang waktu ia berusaha untuk mengerti tetapi jarang ia dimengerti. Betapa pun ia merasakan bagaimana dunia yang semakin maju dengan perangkat teknologi komunikasi pun tidak membantu. Pendidikan yang makin maju pun tak pula mampu memberi solusi. Setiap orang larut dalam masalahnya dan menganggap hidup seperti di pulau tak berpenghuni. Setiap orang menjadi begitu egois tanpa mereka sadari.
Peradaban dalam pilar teknologi telah merenggut solidaritas dan kebersamaan dari tiap insan yang masih bertualang mencari identitas diri dan yang mencoba menemukan realitas hidupnya ditengah kekinian. Banyak insan terjebak dalam prasangka, menghakimi sebelum mengenali situasi dan bukti. Banyak pula yang terjebak dalam tradisi ewuh pakewuh akut sampai menutup diri dari situasi nyata di sekitarnya. Sahabat ini menangisi persoalannya. Persoalan yang menekan ke ubun-ubun dan menghantui pikirannya. Sementara mereka yang dinanti tak jua muncul dan terjebak pula pada soal yang kurang lebih sama. Terjebak dalam pulau tak berpenghuni di ruang pikirnya masing-masing. Setiap orang merasa memiliki persoalan berat dan merasa haram hukumnya bila kerapuhannya semakin dikenali di ruang publik. Bukankah situasi ini semakin menunjukkan watak generasi demi generasi yang kian rapuh. Maka banyak kali solusi pendek yang dipilih dalam mengatasi persoalan adalah dengan cara menghindar.
Tetapi benarkah menghindar merupakan jalan menyelesaikan masalah? Terutama menghindar dengan menepi terlalu jauh di pulau tak berpenghuni. BUkankah rasanya lebih indah membagikan diri dan kegalauan dengan orang-orang dekat kita? Saling berbagi dan bersama mencoba membedah persoalan untuk menemukan momen kebangkitan dari kebersamaan. Maka bila kita menemukan masalah, adalah baik bila kita menginventarisirnya dalam catatan dan mengajak para sahabat dan rekan untuk membantu kita. Kita barangkali tidak akan menuntaskan masalah sepenuhnya, namun sebagian dari masalah sudah akan berkurang saat dibagikan dalam semangat saling menopang. Jangan menghindar atau semakin besar tembok yang menghadang karena kita tak pernah benar-benar menyelesaikan masalah.
Be MAGiS!
Kamis, 04 Agustus 2011
DARI LUKA LAMA MENUJU CINTA LAMA
Kamis, 30 Juni 2011
Peace Building Training
Kamis, 19 Mei 2011
KEMATIAN
Banyak orang menikmati hidup dengan cara yang berbeda. Tiap-tiap kita punya cara sendiri untuk memaknai hidup dan banyak kali kita lupa tentang apa itu hidup. Tak terbersit sedikitpun rasa ingin menelisik lebih jauh tentang kehidupan itu sendiri. Semua larut seperti ikan yang sulit memahami dan melihat air.
Satu kali aku berpikir, barangkali untuk memahami kehidupan setiap orang harus dihadapkan pada situasi sebaliknya, kematian. Setiap orang akan benar-benar merasa dan memiliki waktu lebih menyadari kehidupan saat ia dihadapkan dalam suasana duka karena kematian. Lantas bagaimana memahami kematian? Cukupkah dengan membaca berbagai buku yang mengulas dunia pasca kehidupan? Atau dengan membayangkan kegelapan dan kehampaan yang tiada berbatas?
Siapakah gerangan engkau, hai kematian. Mari kita berkenalan ... Agar aku menilisik lebih jauh dan mengenal arti kehidupan.
Selasa, 03 Mei 2011
SEPEREMPAT ABAD
Akhirnya tiba di titik paling bergengsi. Titik panas yang mengharuskanku berkata
"SYUKUR PADAMU YA TUHAN & ALLAHKU".
Aku baru beranjak dalam satu tahap yang semakin berarti bila hati siap menghadapi hari. Menikmati usia yang beranjak tua semoga selaras dengan semakin bertambahnya kadar dewasa. Ini langkah yang panjang. Penuh pergulatan, penuh beban, penuh godaan, dan penuh dengan penyangkalan.
Baru saja aku menyangkalMu, dan Engkau tahu. Aku lelah dan nyaris patah gairah menjalani keyakinan yang berpadu dengan amarah. Kekacauan demi kekacauan serta rentetan persoalan yang bertubi-tubi membuatku lunglai. Engkau tahu dengan baik namun enak benar diriMu menggodaku. Dasar Tuhan yang aneh. Belum tampak olehku waktu jeda untuk menarik nafas agar siap bermain-main lagi denganMu yang memberiku banyak latihan akhir-akhir ini. Barangkali karena ego dan emosi diri masih menutup mata hati.
Tapi aku sungguh ber-SYUKUR. Aku tidak bisa sampai di titik ini dan melintasi seperempat abad yang penuh pergulatan dan buah-buah refleksi yang menyegarkan. Dalam ketidakberdayaan Engkau setia hadir melalui orang-orang yang berarti. Melalui jalanan dan desau angin malam, lewat tembang perdebatan dengan kawan, melalui pergumulan keluarga yang tak kunjung usai, dan teristimewa lewat Bintang Kehidupan yang Engkau beri untuk menerangi sisi gelapku.
Sudah seperempat abad, dan aku masih merasa hebat. Sebab belum juga Engkau memanggil kembali dan menimbang hasil peziarahanku di dunia yang ramai dengan kesunyian. Aku tidak pernah memahami dengan baik, hanya aku belajar menerima dan melihat sisi baik dalam tiap pergumulan yang hadir.
Aku hanya mahluk rapuh yang menjadi kuat karenaMu. Maka bila Engkau berkenan memberi satu tahun baru, maka satu saja pintaku untuk tahun yang akan Kau beri. Ambillah setiap hasrat dan kelekatan yang berlebih dalam hidupku. Bawalah aku dalam daya yang menghidupkan, CINTAMU TUHAN.
Senin, 25 April 2011
HEY PROBLEM, I HAVE A BIG GOD
Hari ini membawa setumpuk gelisah dan rasa jengah. Kalau dulu dari Semarang ke Jogja menimba rahmat, sekarang sebaliknya menimba kekuatan. Tak seperti yang direncanakan, keinginan menyelesaikan tumpukan persoalan yang dulu terabaikan di Semarang, malah berubah menjadi tantangan lagi. Beberapa teman di sana hadir layaknya seorang guru. Aku mendengar seperti balita yang tiada mengerti apa-apa. Belajar menundukkan kepala dan meletakkan hati di alas kaki.
Mulai dari ruang keluarga hingga Kantor Pelayanan Keuskupan. Dari warung pinggir jalan hingga tengah pemakaman Kali Sari. Bayangan masalah tak terpisah dari badan. Lalu semua menguap dalam dialog batin. Simpuh sujud di kapela memberi nuansa berbeda. AKu belajar lagi dari NOL.
Baru saja terpikir dan sesaat membuka Facebook, sebuah status teman persis berbunyi seperti suara yang menggema di dalam otakku. Maka dengan kerendahan diri aku berkata: "Mari Masalah, Aku Punya Allah yang BESAR". Syukur boleh mengalami proses pembelajaran.
Kuserahkan padaMu keluargaku dan semua yang bergejolak di batinku dan seluruh setan yang bersarang di kepalaku. Ambillah Ya Tuhan dan cukuplah Engkau bagiku.
Selasa, 19 April 2011
INI SOAL RENDAH HATI
Banyak orang boleh bicara kerendahan hati. Termasuk saya. Saya bicara soal kerendahan hati, karena saya termasuk orang yang sulit rendah hati. Termasuk menghadapi orang-orang yang tidak punya hati.
Saya baru saja menikmati ulang Buku The 8th Habit halaman awal. Menemukan beberapa hal mendasar di dalamnya. Sedari awal gambaran pendakian diberikan sebagai sebuah argumen penyempurnaan buku. Lebih dari itu, pendakian gunung baru itu merupakan sebuah ungkapan kerendahan hati bagi saya untuk seorang Covey. Ia menyadari sebuah karya bukan hasil yang muncul tiba-tiba. Sebuah karya besar melibatkan tim kerja yang besar. Sementara itu, kebesaran yang lebih utama adalah kebesaran hati.
Saya kembali ke soal kerendahan hati yang sulit saya lakoni. Terlebih menghadapi orang-orang yang sulit menemukan kesadaran diri seperti saya. Mereka telah melompat dan merasa mendarat di puncak gunung tertinggi. Memandang orang lain rendah ketika lompatannya belum usai. Saya menertawakan diri sendiri yang kadang merasa lucu menghadapi tingkah pongah manusia yang suka lupa diri. Saya tertawa, karena saya merasa tahu soal itu. Saya sering mencobanya lho. Sering pongah dan lupa diri. Wajar kalau kadang saya suka mengingatkan yang lupa diri.
Saya menemukan kata kunci yang sederhana tapi sungguh bermakna. Kata-kata Bunda Theresa "Hanya sedikit diantara kita yang bisa melakukan hal-hal besar. Tetapi semua orang bisa melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang BESAR". Sangat mendalam dan penting untuk direfleksikan. Banyak kali, kita menjadi terlena. Barangkali sebut saja saya, agar anda merasa tidak dituding. Terlena dengan wacana dan gagasan besar. Suka diskusi sampai lupa diri dan anak isteri. Tetapi kita kerap lupa melangkahkannya dengan cara sederhana. Beranjak dari hati. Itulah langkah awal sebuah aksi, bukan semata diskusi para pendusta ideologi. Selamat belajar RENDAH HATI bersama saya. Berkah Dalem Gusti!
Minggu, 17 April 2011
REDAM POTENSI BAHAYA, AMBIL JARAK!!
Si pemuda yang tak lagi mendengarkan sahabat-sahabat lamanya semakin antusias dengan dunia barunya. Teman-teman baru, para pembesar yang terkesan memberinya penghargaan, dan banyak dukungan pula. Demi eksistensi diri dan menunjukkan kebosanannya yang selama ini dirasa menjadi no 2, ia memilih menjadi no 1 kendati itu diantara para bajingan sekalipun. Dia kerap menguji sendiri kepercayaan yang diberikan padanya dengan mengabaikan kepercayaan yang ada dan mencari kepercayaan dari yang lain.
Jika anda memiliki seorang teman yang demikian, peragu dan serba menggebu-gebu dalam menyampaikan gagasan, maka ambillah jarak darinya. Orang yang ragu dan malah menganggap diri lebih hebat dari temannya yang lain adalah sikap seorang penghancur. Ia tinggal dalam pandangan orang lain dan hidup dalam sikap labil. Esok ia menuju utara, kelak bisa ke selatan. Tak jelas arah.
Teman yang demikian memiliki potensi bahaya, ambillah jarak darinya. BUkankah sejarah besar Kritus pun dipenuhi orang-orang bimbang dan peragu? Orang-orang yang demikian yang telah memberikan kebenaran untuk diinjak-injak dan membawa kehancuran bagi banyak orang. Tetapi jangan takut, sebab sekalipun Tuhan dibunuh oleh orang-orang demikian, anda memiliki kuasa lebih dari para pecundang yang bimbang ini. Kematian Tuhan di Salib telah membawa kemenangan bagi mereka yang percaya dan hidup dalam kebenaran di masa kebangkitan.
Selamat Memaknai PASKAH!
Jumat, 15 April 2011
CATATAN SETAN MALAM
Tepat pukul 01.00 memasuki Tanggal 16 April
Setelah kemarin berbincang soal spiritualitas bersama Romo Roni, SJ, ada sebuah kesadaran lama yang tertimbun, tumbuh kembali. Mengingat kembali dan lagi-lagi, St. Ignasius de Loyola. Tertegun sejenak mengingat satu doa sederhana. “Ajarlah aku untuk mengubah apa yang masih bisa kuubah, dan menerima apa yang tidak bisa kuubah”.
Setelah beberapa saat lamanya merefleksikan kembali sebuah rentang waktu perjalanan, aku menikmatinya seperti sajian makan penutup yang berasa madu. Pergulatan masih panjang dan perjuangan masih belumlah usai. Pada batas ruang tertentu, aku kembali merenungkan masa-masa indah dan impian besar melihat kebangkitan rumah yang kian rapuh ini. Tapi aku mencoba menelisik kembali, menghindari kelekatan.
Telah kusaksikan pertentangan dan perpecahan seperti kisah kepongahan manusia Babel. Pada satu situasi aku menjadi yang terpongah diantara yang pongah. Aku belajar dan menyadari kepongahan yang ada. Di rumah yang rapuh ini, tinggal jiwa-jiwa para penyesat. Pada hati yang tidak diolah dan diantara pikiran yang terombang-ambing dia merasuk. Membutakan mata, menutup telinga, dan menyapu bersih kesadaran.
Dirumah ini segala macam setan bergentayangan dan aku telah seringkali bertatapan mata dengannya. Suatu ketika aku menjadi setan pula di dalamnya. Bahkan lebih dari itu meraja setan-setan lain yang merasa mereka adalah yang terhebat. Diantaranya ada setan kepongahan, setan kesombongan., setan amarah, setan kemunafikan, setan omong kosong, dan setan-setan yang berselingkuh di balik aroma idealisme.
Azas dan Dasar, segala sesuatu adalah sarana, kata Ignasius. Diciptakan oleh Allah untuk menjadikan kita berkuasa atasnya dan membawa kita pada tiap-tiap butir cinta dan memuliakan Dia. Ia bicara dari pengalaman hidupnya yang pongah dan sombong. Tapi disini di rumah tua ini, semua ini hanya tinggal sejarah. Setiap orang telah kehilangan dirinya. Saling menistakan, saling mendewakan ideologi bukunya masing-masing, saling menunggu kejatuhan yang lain, dan saling menjatuhkan. Sarana yang semakin rapuh tak pernah diberi hati dan diperbaiki. Tujuan apalagi, tinggal menjadi berkas kosong yang tak pernah lagi di kaji.
Setan-setan sedang menjadi, bermimpi membangun kerajaan tapi melupakan bangunan dasar. Mereka punya banyak mimpi dengan membawa panji pembebasan dan intelektualitas. Merekayasa kembali dan memanipulasi identitas iman mereka menurut ruang otak mereka yang kerdil. Menyanjung robot-robot bodoh dan mengisi virus kesia-siaan. Robot-robot pun tak mungkin memiliki kesadaran. Mereka larut dalam wacana dan omong kosong. Hendak meraih rembulan, namun berbulan-bulan tak pernah melihat rembulan. Di pojok-pojok keramaian mereka membangunkan setan-setan lain, bersekutu dan mencari pemimpin. Dalam benak masing-masing, semua hanya untuk sementara. Sampai saatnya tiba, mereka saling berebut kuasa lagi dan akan mencari musuh baru lagi diantara mereka.
Aroma busuk sedang merebak. Hati yang redup dan pikiran yang penuh kesia-siaan sedang menjadi incaran. Aku menuliskannya kembali seperti aku biasa menulis di masa silam. Tak banyak yang belajar dari pengalaman. Tak satupun yang menyadari mimpi menjadi kesia-siaan. Tersisalah manusia-manusia yang menyembah manusia lain, tapi melupakan kuasa dalam hatinya. Mereka berbaris seperti berada dalam satu program di balik tangan sutradara busuk. Mereka sedang tak sadarkan diri.
Lalu aku mendengar isak tangis dan harapan yang tersia-siakan. Aku menarik diri sejenak dalam kekosongan dan dari jarak yang tak pernah kuingat kembali. Aku mendaraskan doa “Ajarlah aku untuk mengubah apa yang masih bisa kuubah, dan menerima apa yang tidak bisa kuubah”.
Pringwulung, Pkl. 01.30, saat setan-setan sedang mengintipku dari balik mendung
Kamis, 14 April 2011
Mencintai Diri Sendiri, HARUS
Rm. Roni SJ tampak antusias membagikan pengalamannya tentang bagaimana membedakan antara orang yang kerasukan dan stres. Sambil menikmati minuman di Kafe "Kontroversi" kami berbagi pandangan soal pengalaman menghidupi sisi spiritualitas.
Awalnya adalah rezeki. Rm. Roni SJ yang gemar melukis baru saja mendapat sedikit rezeki karena lukisannya ada yang terjual dalam hitungan ratusan ribu. Lalu berhubung rezeki dari hobi melukis itu masih ada, kami berkesempatan sedikit menikmati sajian malam itu. Penasaran dengan menu Pu Yung Hai, aku memutuskan memilih mencicipi makanan yang asing bagiku itu.
Obrolan kami berkisar seputar gejala orang-orang yang berperilaku aneh karena faktor stres, kerasukan energi dari alam, kerasukan roh hingga orang yang kerasukan setan. Menurut Rm. Roni SJ, tidak semua gejala bisa disamakan pendekatannya. Adri tampak antusias mendengarkan dan sesekali bertanya. Tidak sadar obrolan mulai bergeser ke soal latihan rohani, harmoni aktivitas, dan bagaimana mencintai diri sendiri.
Soal mencintai diri sendiri. Ini yang sebenarnya mengusik hati. Rm. Roni SJ mengatakan setiap orang harus bisa mencintai diri sendiri, sebelum mencintai orang lain. Sejalan dengan pesan Yesus, "Cintailah sesamamu manusia, seperti engkau mencintai dirimu sendiri". Pesan ini bukan untuk membuat kita menjadi pribadi yang narsis, tetapi pribadi yang mengenal dan mengasihi diri sendiri dengan bijaksana. Bagaimana mungkin kita dapat mengasihi dan membantu orang lain saat kita sendiri tidak mampu mengasihi dan membantu diri sendiri?
Maka penting bagi kita untuk mencintai diri sendiri. Mencintai dengan mengatur keseimbangan hidup antara olah batin dan olah pikir, pola makan, dan kebiasaan-kebiasaan yang lainnya dalam hidup. Sekali lagi untuk itu juga tidak boleh lepas dari Discernment untuk menghindarkan diri dari sesat pikir dan narsis. Mengamati gerak batin akan dapat membantu kita untuk memilih setiap pilihan yang baik bagi diri sendiri dan orang lain. Membantu kita menghindari setiap peluang yang membuat kita makin lupa diri dan larut dalam aktivitas semu atau sikap ragu.
Obrolan cukup hangat. Tapi malam itu memang malam yang tidak direncanakan. Romo Roni SJ harus segera kembali ke Surakarta. Pu yung Hay yang terasa asin pun sudah ludes. Setelah mengucapkan salam satu sama lain dan pamit pulang, satu pertanyaan masih menggelayut dalam pikiranku.
Sudahkah aku mencintai diriku sendiri?
Selasa, 12 April 2011
KEHILANGAN TEMAN BUKAN MASALAH
Minggu, 10 April 2011
SEJARAH HIDUP DAN LUKA BATIN
Ketika dalam suatu sesi saya ditanyakan mengenai sejarah hidup saya, dengan tersenyum bangga karena telah menyelesaikan tugas, saya mengatakan hidup saya baik-baik saja. Pertanyaan yang sama diulang dan saya masih menjawab dengan jawaban yang sama, hidup saya baik-baik saja. Lantas saya diminta untuk membaca ulang sejarah hidup saya dengan merasakan secara sadar tiap-tiap pengalaman dalam kisah tersebut. Pada bagian tertentu dalam sejarah hidup yang saya tulis dan baca kembali dengan sadar, saya tertegun dan merasakan bagian dalam diri seperti tertarik ke dalam satu kalimat di sejarah hidup tersebut. Saat, pertanyaan yang sama oleh pendamping rohani diajukan sambil menatap dalam ke arah mata saya, tak sadar air mata saya jatuh.
Ternyata setelah melewati proses sharing dalam pendampingan saya sadar bahwa pada bagian sejarah tersebut, ada yang tidak tuntas dalam hidup saya. Saya tidak menyadarinya selama itu, hingga akhirnya dalam kesempatan program tersebut saya mengenali istilah luka batin. Secara umum Luka batin adalah sebuah peristiwa atau pengalaman yang sangat mengguncang atau menyedihkan sehingga melukai perasaan/batin kita. Peristiwa atau pengalaman ini dapat menciptakan trauma yang membekas dan melekat sampai ke batin yang paling dalam.
Melalui Program Magis saya mengenali luka batin saya dan mencoba menyembuhkannya melalui olah diri dan hati. Fase-fase berat yang tidak bisa saya lupakan indahnya. Demikian membekas hingga saya mensyukuri proses tersebut yang tidak semua orang memiliki kesempatan mendapatkannya. Hari-hari ini setelah mengingat kembali pertama kali saya menemukan luka tersebut, sedikit demi sedikit hidup saya kian membaik dari dalam, bukan dari luar diri saya. Saya menemukan betapa sekarang luka tersebut perlahan disembuhkan oleh penerimaan dan kesediaan berdamai dengan masa lalu. Hari-hari ini setelah sekian tahun, saya menikmati buah-buahnya yang kian matang dan berasa manis.
Demikianlah setiap orang pada akhirnya memiliki sejarah hidupnya masing-masing. Tiap-tiap sejarah kita tidak menutup kemungkinan adanya bagian luka yang sama seperti yang saya miliki. Kesadaran kita yang mampu mengantar dan membawa penyembuhan. Sebab kesadaran sebagaimana lazimnya hanya dapat kita pahami sebesar kurang dari 20% dari kesadaran yang seutuhnya. Sekadar contoh saat kita tertawa, seberapa kita sadar alasan MENGAPA KITA TERTAWA. Biasanya yang terjadi kita tertawa dan yang hanya bisa kita sadari adalah bahwa kita gembira. Jarang kita sampai pada titik mula kegembiraan dan tawa. Apalagi sampai pada titik akhirnya yakni syukur.
Maka mengingat kesadaran lapis luar kita begitu terbatas, kerap kali kita kurang menaruh perhatian pada kondisi kita saat ini yang sebenarnya berada pada satu garis rantai dengan masa lalu kita. Sejarah hidup menyatukan mata rantai yang ada dan kesadaran yang baik membantu kita mengenali mata rantai persoalan kita di masa lalu. Dengan mengenalinya kita dapat kembali ke bagian mata rantai pengalaman tersebut yang potensial menyimpan luka batin. Kembali menatap pengalaman tersebut dan menangisinya untuk sejenak sambil mengulurkan kesadaran dan menerimanya. Menerimanya sebagai bagian dari hidup kita dan mencoba berdamai dengannya.
Pada fase demikian, menerima apa adanya diri kita memiliki daya dorong untuk kita menjadi pribadi yang lebih utuh. Pribadi yang berani melangkah menuju masa depan sambil belajar dari olah pengalaman kita di masa lalu. Memandang hidup dengan lebih baik dan penuh syukur.
Bila kita memiliki sejarah hidup masing-masing, maka barangkali disana pun ada luka batin yang terpendam dalam sekali dibawah alam sadar kita. Setiap mereka yang mengerti dan berani mengolahnya, dapat memetik buahnya untuk kehidupan yang lebih baik. Be MAGiS!
Sabtu, 09 April 2011
KELUARGA, MASIHKAH BERHARGA?
Saat-saat kritis bisa saja terjadi dalam jalinan kekeluargaan. Bukan tidak mungkin menjadi krisis berkepanjangan. Situasi demikian dalam pertalian keluarga jelas bukan hal yang diinginkan. Kondisi tersebut cenderung menggerogoti sendi-sendi kehidupan kita.
Bila anda memiliki keluarga yang senantiasa hidup dalam disharmoni, belajarlah mengalahkan sikap ego dalam diri kita masing-masing. Ego cenderung menghantar kita pada sikap menyerang dalam keluarga. Serangan demikian ini jelas dapat menggerogoti pula sendi-sendi masa depan anda.
Maka bila ingin memperbaiki hidup, baik bila anda mencoba mulai dari lingkungan keluarga. Memulainya dengan penuh kesadaran dan cinta. Mensyukurinya sebagai harta yang berharga bagi kita.
Kamis, 31 Maret 2011
DE OMNIBUS DUBITANDUM
"DE OMNIBUS DUBITANDUM". Demikian sebuah kalimat penting yang beberapa pekan ini terlintas di benakku. Kalimat tersebut kurang lebih bermaksud menyatakan agar kita selalu mempertanyakan apa yang kita yakini sebagai sebuah kenyataan dan fakta. Sebab apa yang kita yakini benar atau fakta barangkali merupakan sebuah rekayasa pikiran kita yang dipacu oleh situasi yang kita lihat, atau pernyataan orang yang kita dengar.
Banyak kali kita, kerap menganggap bahwa apa yang kita lihat dan kita dengar sebagai sebuah kebenaran. Lebih rumit lagi ketika kebenaran tersebut kita tangkap tanpa proses pengujian lebih lanjut melalui rasionalitas yang teruji pula. Konsekuensinya kita menggunakan "Kebenaran" itu sebagai sebuah sikap dalam menghadapi orang-orang disekitar kita. Jiwa dan pikiran yang labil membuat kita mudah menerima setiap masukan yang direspon melalui pikiran kita. Ada dua kemungkinan bahwa kita menjadi kerap ngotot dengan apa yang kita yakini atau yang kedua kita mudah terombang ambing dan tidak bisa memasang jangkar prinsip kita.
Beberapa kali saya mengalaminya atau menemukan teman yang terjebak dalam situasi ini. Beberapa kali saya mudah berubah pikiran dan membuat orang di sekitar saya pusing tujuh kali tujuh keliling. Begitu pula ketika teman saya yang demikian, giliran saya yang pusing tujuh turunan. Acapkali jalan pikiran yang kurang logis menyesatkan kita dan membuat kita hidup dalam ketidakjelasan.
Untuk menghadapi situasi ini, maka kalimat latin diatas tampaknya patut kita jadikan sebagai sebuah pegangan dalam merespon situasi di sekitar kita. Mengujinya sebelum kita jadikan sebagai sebuah kebenaran bagi diri kita. Agar jangan sampai kita terjebak. Hendak menyatakan diri kita sebagai putih diantara hitam, tapi kita lupa menanggalkan warna hitam diri kita. Selamat mencoba.
Jumat, 25 Maret 2011
NEGERI PARA BAJINGAN
Membaca harian Kompas dalam hari-hari ini membuat hati miris. Tidak hanya miris, tapi melihat jumlah angka yang fantastis dan relevansinya dengan peningkatan kesejahteraan rakyat membuat saya bertannya, masihkah ada Politisi yang punya hati? Punya hati untuk sadar diri kalau belum punya kinerja yang membangunkan negeri, sadar diri kalau kerjaannya masih hanya menghamburkan uang rakyat dengan studi banding ke luar negeri, dan tiap hari muncul dengan kisruh politik di televisi. Punya hati untuk merasakan derita rakyat dibalik glamornya pemberitaan Kasus Bank Century, Gayus Tambunan, hingga bom buku di dalam negeri.
Proyek pembangunan untuk gedung baru DPR RI yang akan mulai pada 22 Juni kabarnya menelan biaya Rp 1,138 triliun. Sebagian besar dari total biaya itu diserap untuk pembuatan 560 ruangan anggota DPR yang akan menghabiskan biaya sekitar Rp 800 juta per ruangannya (Kompas.com 25/03). Seolah anggota DPR sudah kehilangan rasa malu, kerjanya ribut mengurus kepentingan partai tapi minta gedung dewan sekelas istana senyaman suasana pantai.
Belum lagi pemerintah dalam hal ini jelas sekali tampak linglung. Periode kepemimpinan untuk kedua kalinya bagi kepala negara seharusnya menjadi masa penting dalam perombakan proses penyelenggaraan negara tapi yang muncul adalah sebaliknya. Pemerintah pun terjebak dalam kekisruhan politik yang tak berujung. Kegamangan dalam bekerja jelas menyeret pemerintah dalam pusaran kesia-siaan. Dukungan rakyat yang besar tidak mendorong pemimpin makin percaya diri. Sebaliknya kekuatan pemerintah dibangun diatas koalisi yang amburadul dan rentan terhadap praktik politik dagang sapi. Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan lagi, benarkah dukungan besar itu dulu berasal dari rakyat atau barangkali dukungan itu sesungguhnya tak pernah ada?
Lihatlah bagaimana kasus-kasus yang terjadi di daerah. Lebih seringlah membaca kabar dari daerah. Temukan bagaimana kondisi masyarakat di daerah. Para petani yang tanahnya dirampas untuk kepentingan penguasa, para petani yang gagal panen, hingga petani yang mampu panen tapi tak mampu mendapat kesejahteraan karena harga komoditas yang rendah. Belum lagi berita dari para pelaksana kebijakan di daerah yang tingkahnya makin aneh. Di Aceh, DPR Aceh mengaku banding terhadap putusan MK yang memutuskan Calon Independen atau perseorangan dapat maju menuju pentas pemilihan kepala daerah tanpa jalur partai. Tindakan ini disertai dengan ancaman pula dengan dalih Aceh punya keistimewaan di bidang politik berdasarkan perjanjian Helsinki. Sikap ini jelas arogan dan mengandung perlawanan terhadap konstitusi dimana putusan MK merupakan putusan final bagi seluruh pihak. Lebih nyeleneh lagi dalam suatu pidato bupati beberapa oknum camat ketahuan menonton video porno sebagai suatu bagian yang dengan semangat dilawan oleh Menkoinfokom, Tifatul Sembiring.
Lalu masihkah kita egois untuk bersikap tidak peduli dengan kenyataan ini. Masihkah kita mengatakan, ya sudahlah. Anda barangkali berpikir bahwa semua hal yang terjadi sekarang seperti sebuah sandiwara. Saya sepakat dengan anda. Tapi sandiwara ini benar-benar nyata dan tidak lucu sama sekali. Jangan kira ratusan juta rupiah untuk satu ruangan anggota DPR itu datangnya dari langit. Uang itu berasal dari uang negara yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan anda, mengurangi biaya kuliah anda yang harganya selangit, untuk membangun jalan raya agar motor dan mobil anda tidak perlu rusak rutin karena jalan berlubang, membangun industri agar anda atau sanak keluarga anda tidak perlu menganggur dan rentan menjadi pelaku kriminal.
Jika anda masih berpikir egois dan barangkali berkata, persetan dengan semua,. Maka sama saja sebenarnya kita melengkapi rencana Negara Gagal Republik Indonesia. Bila pemerintah hanya sibuk bersolek untuk mengadakan perjanjian "Cinta Satu Malam" dengan para kapitalis, saat anggota Dewan sibuk bersandiwara dan menghambur-hamburkan uang negara yang barangkali datang dari pinjaman pula, lembaga-lembaga negara saling main mata, PSSI kerjanya rebutan bola dan melupakan piala, rakyat seperti kita ini makin tidak peduli dan bersikap apatis, maka lengkaplah perangkat negeri baru kita.
Negeri Para Bajingan.... Selamat Datang!