Pilihan

Senin, 27 Desember 2010

SEPAK BOLA DAN IDENTITAS BANGSA

Sportivitas menjadi barang mahal dalam laga pertandingan Piala AFF leg I di Stadion Bukit Jalil, Malaysia. Tampaknya menggambarkan mental arogansi kolonial dan perilaku tukang klaim dari negeri jiran tersebut. Serbuan sinar laser yang mengarah kepada pemain Timnas, khususnya penjaga gawang Markus Horison disinyalir menjadi pemicu kegagalan Timnas selain dari seremoni politisasi ala Nurdin Halid. Sikap demikian ini sesungguhnya gambaran bahwa Malaysia tidak benar-benar akan menjadi saudara serumpun dalam arti yang sesungguhnya.

Publik Indonesia tentu saja kecewa berat dengan hasi l 0-3 yang menjatuhkan harapan yang sempat melambung bersama euforia kemenangan Timnas selepas menekuk Filipina. Terlebih kalah dihadapan publik Malaysia yang beberapa tahun terakhir kerap menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia. Mulai dari kasus Sipadan Ligitan, penangkapan petugas kelautan, penyiksaan TKI, dan banyak kasus lainnya. Jadi, alih-alih persoalan sportivitas di dunia sepak bola, euforia ini juga bagi saya merupakan akumulasi kerinduan rakyat Indonesia atas kembalinya martabat mereka sebagai bangsa yang akhir-akhir ini hilang di telan gemerlap pencitraan elite politik.

Sudah menjadi rahasia public bahwa dalam banyak bidang kita jauh tertinggal. Pendidikan kita yang kian mahal dan mencekik leher rakyat miskin, kebudayaan yang dikomodifikasi untuk keuntungan namun diabaikan nilai-nilai luhurnya, ekonomi yang timpang , politik yang dihujani konflik, dan banyak hal lainnya kita tertinggal. Belum lagi sikap lembek pemimpin kita yang konon katanya Jenderal tapi menghadapi ormas pelaku kekerasan saja tak bisa tegas. Hal ini membuat publik kian terasing dan kehilangan identitasnya sebagai bagian dari suatu bangsa. Maka ketika Timnas dibawah asuhan Alfred Riedl berhasil menembus semi final, euforia dan akumulasi kerinduan itu melambung bersama.

Maka lepas dari persoalan laser dan sportivitas supporter, hasil apapun nantinya putaran akhir Final Piala AFF di Gelora Bung Karno, rakyat Indonesia harus tetap menjaga momentum. Momentum untuk satu suara dalam menjaga martabat bangsa. Sebab bagaimanapun, dari lapangan hijau bangsa kita telah diingatkan untuk selalu menjaga kesatuan dan belajar soal arti penting daya kritis. Maka bila momentum kebangkitan solidaritas ini bisa dijaga dan dilepas dari euforia, jangan PSSI, sekalian NKRI ini pun bisa direvolusi. Saatnya daya kritis dan kesadaran public menjadi penentu kemajuan bangsa kita yang merindukaan rasa bangganya.

Tetaplah berkibar Sang Saka Merah Putih, Tetap Bangga Garuda di Dada.

Minggu, 19 Desember 2010

BERGABUNG DI HMJM USD


Kawan-kawan yang tertarik untuk bergabung bersama kami di HMJM Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, silahkan klik FORMULIR HMJM. Download formulirnya, isi data, dan kirim ke hmjm.usd@gmail.com

Konfirm bila telah dikirim melalui SMS ke 0812 2729 2686


SalAM!

Kamis, 16 September 2010

KAUM MUDA AYO GABUNG DI MAGiS YOGYA

MAGiS
SEBUAH MODEL PENDAMPINGAN
ORANG MUDA


Bagi anda kaum muda yang tertarik dengan pendalaman Spiritualitas Ignasian, bergabunglah dalam Program MAGiS : Pendalaman Spiritualitas Ignasian. Tertarik? Silahkan kunjungi dan Klik Link Berikut : Pendaftaran Magis

PROFILE


MAGiS adalah program pendampingan bagi orang muda berbasis Spiritualitas Ignatian. Awalnya, MAGiS08, muncul di Yogyakarta sebagai rangkaian program World Youth Day di Sidney, Australia, Juli 2008. Program semacam ini sudah terlaksana sejak WYD di Paris, Roma, Toronto dan Cologne (MAGiS05).

MAGiS08 terlaksana berkat kerjasama lima Konggregasi yang menghidupi spiritualitas Ignasian yaitu Society of Jesus (SJ), Faithful Companions of Jesus (FCJ), Society of the Sacred Heart (RSCJ), Loreto Sisters (IBVM) dan Religius sisters of Charity (RSC). Program ini diperkenalkan di Yogyakarta oleh Edward Shuttleworth (koordinator program) dan Jenni Winters (direktur pembinaan) pada bulan Maret 2007.

Banyak orang berpendapat bahwa orang muda tidak lagi tertarik dengan hal-hal rohani. Hal ini diindikasikan dengan mandegnya mudika di bebe-rapa paroki dan menipisnya anggota di organisasi katolik. Banyak orang muda tidak lagi pergi ke gereja untuk perayaan ekaristi apalagi terlibat dalam kegiatan paroki.

Jaman modern menawarkan hidup yang penuh kenikmatan, kemudahan, perubahan dan per-kembangan teknologi dan komunikasi yang pesat. Di jaman yang sarat tawaran ini, orang muda me-ngalami kekaburan nilai, kebingungan dalam me-milih dan ketidakjelasan arah hidup. Kegiatan tradisional gereja sepertinya tidak lagi menjawab kebutuhan dan kerinduan rohani orang muda katolik. Mereka mengalami ketegangan. Di satu sisi mereka rindu untuk mampu mengintegrasikan iman ditengah arus globalisasi, di sisi lain kate-kese yang ada tidak lagi memadai dengan kebutuhan mereka.

Setelah sukses dengan MAGiS08 dan MAGiS09, Suster-suster FCJ membuka kembali program MAGiS10 (angkatan ketiga) untuk dilaksanakan di Yogyakarta. MAGiS Yogya lahir dari dua kerinduan :
Untuk mendampingi orang muda katolik yang haus akan relasi yang lebih dalam dengan Allah.
Untuk membagikan spiritualitas Ignasian.

Magis adalah kata dari bahasa latin yang berarti lebih. Magis adalah salah satu semangat spi-ritualitas Ignasian yang berarti melulu memilih yang lebih demi semakin luasnya pelayanan dan semakin besarnya kemuliaan Allah. Spiritualitas Ignasian adalah cara hidup dan cara berelasi dengan Allah yang diwariskan oleh St. Ignatius Loyola. St. Ignasius mengajarkan kepada kita untuk memandang dunia dengan mata Yesus Kristus. Cara pandang ini membantu untuk me-mahami bahwa asal dan tujuan hidup kita adalah Allah, Sang Pencipta. Bagi Ignatius semua ciptaan yang ada di dunia adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya, di hadap-an aneka sarana tersebut kita diajak untuk meneliti keinginan-keingingan pribadi lalu mem-pertimbangkan dan memilih sarana yang sesuai dengan kehendak Allah. Intinya adalah, kita diajak untuk ”mengatur hidup”. Buku Latihan Rohani adalah warisan Ignasius tentang bagaimana mengatur hidup tersebut.

Program MAGiS Yogya dikemas dalam kira-kira sepuluh kali pertemuan dan dilaksanakan selama satu tahun. Program MAGiS dilandasi oleh tiga pilar yaitu persahabatan, kerohanian dan pelayanan.

Persahabatan: komunitas memberi kesempatan agar tiap anggota dapat menjalin persahabatan dengan saling menerima, mendukung dan berbagi pengalaman.
Kerohanian: membantu anggota membangun relasi cinta dengan Allah. Mereka dibantu me-ngenali pengalaman akan Allah, memahami tujuan hidupnya dan bagaimana menanggapi cinta Allah dalam hidup.
Pelayanan: iman tidaklah hidup dalam ruang hampa. Pelayanan adalah tindakan konkret iman. Diharapkan dalam hidup sehari-hari, peserta mampu menghayati iman dengan pelayanan yang didasari oleh dedikasi dan kemurahan hati. Tujuannya adalah demi terwujudnya masyarakat yang lebih baik.

Jika kamu orang muda katolik yang mencari jati dirimu, yang makin ingin paham arah hidup yang memberimu kebahagiaan, yang memiliki kehausan untuk berjuang dan melayani mereka yang tersingkir dan miskin, bergabunglah dalam komunitas MAGiS YOGYA.

Jika kamu orang muda katolik yang mencari jati dirimu, yang makin ingin paham arah hidup yang memberimu kebahagiaan, yang memiliki kehausan untuk berjuang dan melayani mereka yang tersingkir dan miskin, bergabunglah dalam komunitas MAGiS YOGYA.

Berikut File yang dapat didownload untuk keperluan form pendaftaran sebagai anggota baru magis . Setelah diisi silakan diberikan ke Susteran FCJ(Suster FCJ) / Via Email ke chubee12002@yahoo.com dengan subject "pendaftaran anggota magis"

Sabtu, 20 Februari 2010

Kaum Muda Garda Depan Perubahan

Pergerakan kaum muda dalam dinamika kehidupan berbangsa lambat laun mulai mengemuka. Momentum peringatan sumpah pemuda selalu digunakan sebagai ajang untuk menunjukkan hasrat kaum muda dalam mengambil peran lebih membangun bangsa ini. Jargon saatnya kaum muda memimpin diusung untuk menunjukkan betapa kaum muda juga punya impian untuk mengambil bagian dalam menuntaskan segudang persoalan bangsa ini. Terlepas dari isu politis, pernyataan dan teriakan-teriakan kaum muda menunjukkan adanya gap dalam kepemimpinan bangsa ini.
Sekalipun dalam pandangan saya, kaum muda sudah layak dan sepantasnya menentukan nasib negara ini dengan terlibat dalam perubahan sistem yang bobrok, tetapi pandangan agar kaum muda tidak menjadi generasi peminta-minta pun semestinya bagian dari pandangan kita bersama. Kaum muda sepatutnya memperjuangkan idealisme dan gagasannya dalam rangka merubah tatanan yang memprihatinkan di negeri ini, dengan pertama-tama tidak melupakan lingkungan kaum muda itu sendiri. Mengharapkan mereka yang berada dalam kemapanan sistem memberi kesempatan kepada kaum muda laksana impian yang kebablasan.
Untuk melepaskan persepsi kaum muda sekarang sebagai generasi peminta-minta maka sudah saatnya kita mengembangkan jaringan dan menunjukkan eksistensi serta potensi kita dalam mewujudkan impian besar bangsa. Impian menuju bangsa yang sejahtera, adil dan makmur. Menunjukkan eksitensi dan potensi dengan melepaskan diri dari tekanan status quo, serta membangun kekuatan sendiri. Kekuatan dari dan oleh kaum muda untuk Indonesia.
Mengikat diri dalam sistem mapan tanpa adanya ruang perubahan adalah kesalahan terbesar kaum muda. Kaum muda yang dinamis dan idealis mestinya mampu melihat belenggu di belakang sistem yang mapan. Sistem yang menempatkan kita sebagai pencari karir politis dan menjebak kita dalam putaran waktu perubahan yang sangat lamban. Ini sama sekali bertentangan dengan nilai utama perjuangan, sebab perjuangan tidak terpaku pada tahap-tahap dan kelas-kelas peran. Ia terbebas dari semua perspektif sempit tetapi tergantung pada prinsip kolektivitas. Perjuangan hanya berhasil bila kita berhasil menghapus paradigma tahapan peran dan menempatkan suatu perjuangan kolektif sebagai modal bersama menuju impian.
Temu Konsultasi Publik dan Sosialisasi RUU Kepemudaan di University Centre UGM pada2007 silam memunculkan suatu kecenderungan yang menempatkan kaum muda pada posisi pejuang karir. Pembatasan usia pemuda di rentang 18 hingga 35 tahun serta asumsi Deputi Menteri Pemuda dan Olahraga tentang karier dari kepemimpinan daerah hingga nasional, dalam pandangan saya adalah suatu gagasan yang salah besar. Pola pikir ini adalah bagian dari pola pikir kaum birokratis dan pencari karir yang coba diinjeksikan kedalam draft RUU Kepemudaan tanpa melihat secara objektif idealisme dan daya kaum muda itu sendiri.
Satu pandangan menarik dari pidato Sri Sultan dalam acara yang sama amat penting untuk dipahami. Secara umum perjuangan dan berbagai revolusi di belahan dunia adalah karya besar kaum muda, namun demikian kaum muda patut bercermin dari semangat kamu muda angkatan ’08 dan ’28 yang menggoreskan tinta emas sejarah bangsa ini. Semangat yang sama mesti diolah kembali dengan mendasar pada masa lalu, masa kini dan masa depan.
Kaum muda, terutama mereka yang memang berjuang demi mewujudkan masyarakat sejahtera dan adil mesti berpikir dan berjuang bersama secara fokus. Hanya inilah jalan terbaik bagi kaum muda untuk dapat mendapat tempat di kancah kepemimpinan nasional dan terutama di hati masyarakat yang tengah jengah dengan kondisi bangsa ini. Kesan meminta kesempatan dari pemerintah mesti dihapuskan sebab kaum muda mampu menciptakan kesempatan, layaknya dalam sejarah.
Melalui solidaritas dan penemuan cita-cita bersama, ditopang oleh perjuangan kolektif maka kegagalan dari perjuangan sporadis akan segera terbayar. Sudah saatnya pula, PMKRI sebagai bagian garda depan kaum muda bangsa menemukan jalannya untuk bersatu dengan mereka yang juga berjalan menuju arah yang satu dan sama. Perbedaan ciri dan ideologi mestilah di selaraskan dengan adanya cita-cita atau impian bersama yang ingin diperjuangkan.
Melalui kesadaran dan tindakan bersama kaum muda akan menemukan jalannya. Jalan yang sama menuju impian akan Indonesia baru. Perubahan akan datang saat kita dengan sigap dan siap meninggalkan impian mencapai perjuangan kolektif dan menggantinya dengan spirit perjuangan kolektif menggapai impian.


Thomas sembirinK
PMKRI Sanctus Thomas Aquinas