Pilihan

Kamis, 14 April 2011

Mencintai Diri Sendiri, HARUS


Rm. Roni SJ tampak antusias membagikan pengalamannya tentang bagaimana membedakan antara orang yang kerasukan dan stres. Sambil menikmati minuman di Kafe "Kontroversi" kami berbagi pandangan soal pengalaman menghidupi sisi spiritualitas.

Awalnya adalah rezeki. Rm. Roni SJ yang gemar melukis baru saja mendapat sedikit rezeki karena lukisannya ada yang terjual dalam hitungan ratusan ribu. Lalu berhubung rezeki dari hobi melukis itu masih ada, kami berkesempatan sedikit menikmati sajian malam itu. Penasaran dengan menu Pu Yung Hai, aku memutuskan memilih mencicipi makanan yang asing bagiku itu.

Obrolan kami berkisar seputar gejala orang-orang yang berperilaku aneh karena faktor stres, kerasukan energi dari alam, kerasukan roh hingga orang yang kerasukan setan. Menurut Rm. Roni SJ, tidak semua gejala bisa disamakan pendekatannya. Adri tampak antusias mendengarkan dan sesekali bertanya. Tidak sadar obrolan mulai bergeser ke soal latihan rohani, harmoni aktivitas, dan bagaimana mencintai diri sendiri.

Soal mencintai diri sendiri. Ini yang sebenarnya mengusik hati. Rm. Roni SJ mengatakan setiap orang harus bisa mencintai diri sendiri, sebelum mencintai orang lain. Sejalan dengan pesan Yesus, "Cintailah sesamamu manusia, seperti engkau mencintai dirimu sendiri". Pesan ini bukan untuk membuat kita menjadi pribadi yang narsis, tetapi pribadi yang mengenal dan mengasihi diri sendiri dengan bijaksana. Bagaimana mungkin kita dapat mengasihi dan membantu orang lain saat kita sendiri tidak mampu mengasihi dan membantu diri sendiri?

Maka penting bagi kita untuk mencintai diri sendiri. Mencintai dengan mengatur keseimbangan hidup antara olah batin dan olah pikir, pola makan, dan kebiasaan-kebiasaan yang lainnya dalam hidup. Sekali lagi untuk itu juga tidak boleh lepas dari Discernment untuk menghindarkan diri dari sesat pikir dan narsis. Mengamati gerak batin akan dapat membantu kita untuk memilih setiap pilihan yang baik bagi diri sendiri dan orang lain. Membantu kita menghindari setiap peluang yang membuat kita makin lupa diri dan larut dalam aktivitas semu atau sikap ragu.

Obrolan cukup hangat. Tapi malam itu memang malam yang tidak direncanakan. Romo Roni SJ harus segera kembali ke Surakarta. Pu yung Hay yang terasa asin pun sudah ludes. Setelah mengucapkan salam satu sama lain dan pamit pulang, satu pertanyaan masih menggelayut dalam pikiranku.

Sudahkah aku mencintai diriku sendiri?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar