Pilihan

Senin, 17 Oktober 2011

Pribadi Yang Bertanggungjawab

Malam sedang menuju kesunyian langit kota Yogyakarta, sesaat sebelum menyambut Pesta Rakyat, pesta pernikahan putri bungsu Ngarso Dalem. Di lobi sebuah hotel di kawasan Adi Sucipto saya dan 3 orang rekan dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menunggu seorang alumni kami yang dikenal luas dalam panggung demokrasi era 65. Pak Cosmas Batubara yang merupakan mantan Ketua Presidium Pusat PMKRI serta pernah menjabat menteri perumahan dan juga menteri tenaga kerja menyapa kami dengan ramah. Malam itu kami bertemu berkaitan dengan Kongres Nasional dan Majelis Permusyawaratan Anggota yang akan diadakan di Surakarta.

Setelah saling menyapa dan berjabat tangan, beliau membuka pembicaraan dengan mengungkapkan alasan keterlambatan pesawatnya karena kehadiran Presiden RI di Yogya. Perbincangan seputar kongres pun dimulai dan sangat menarik. Namun satu hal lain yang lebih menarik bagi saya pribadi adalah justeru kisah sederhana yang beliau sampaikan. Kisah yang sama seperti dikisahkan sebelumnya saat kami bertandang ke rumah beliau di daerah Cikini, Jakarta. Kisahnya adalah tentang pengalaman kecilnya saat menjadi mahasiswa.

Beliau menuturkan, suatu ketika saat ia menjadi Ketua Presidium Pusat PMKRI dan sedang melakukan kunjungan ke salah satu cabang di Surabaya. Sepulang dari kunjungannya tersebut dan tiba kembali di Jakarta, beliau ditanyai oleh Bendaharanya seputar karcis kereta api sebagai bukti perjalanannya. Saat ditanyai ia kebingungan karena bagaimana mungkin seorang Bendahara berani menuntut pertanggungjawaban keuangan dari Ketua. Namun, rekannya yang menjabat sebagai Bendahara tidak mau tahu soal itu. Sebagai seorang Bendahara ia merasa berhak meminta sebagai pertanggungjawaban yang akan dicatatkan dalam laporan keuangan. Cosmas Batubara akhirnya menyadari makna tersirat dari peristiwa itu. Untungnya karcis itu masih dapat ditemukan setelah mencari beberapa saat.

Rupanya pelajaran berharga itu begitu penting bagi seorang Cosmas Batubara. Tanggungjawab yang diajarkan lewat dialognya dengan Bendahara tersebut ternyata membekas dan membentuk sikap tangungjawab dalam dirinya sampai ia menjadi seorang menteri. Dalam tiap perjalanan dinasnya ia selalu mengecek bukti pertanggungjawaban dan semua hal yang harus dilaporkan untuk disiapkan dengan baik oleh bawahannya. Ia menganggap sebagai seorang pemimpin ia mesti memberi keteladanan pula bagi para bawahannya.

Begitu bersemangatnya beliau menuturkan kisah kecilnya tersebut. Ia berharap bahwa nilai-nilai yang sama masih menjadi bagian dari identitas mahasiswa kekinian. Saya secara pribadi merasa bahwa kisah itu adalah kisah yang sama dan diulang. Namun kesadaran kecil saya mengatakan bahwa kisah yang sama setara dengan peringatan atau pesan yang sama pula, bahwa setiap kita perlu menjadi pribadi yang bertanggungjawab sejak dini. Nilai-nilai tanggungjawab dalam konteks kepemimpinan menjadi elemen yang sangat penting artinya di tengah kritik luas di Eropa yang tengah dilanda krisis ekonomi maupun di dalam negeri yang digoncang oleh gonjang-ganjing kabinet.

Tanggungjawab adalah satu sikap dan karakter yang dewasa ini telah menjadi barang langka. Sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen USD pun saya menyadari hal ini. Sembari setengah berseloroh saya pernah bilang, kalau memang organisasi kemahasiswaan tidak bertanggungjawab dalam mewadahi kepentingan mahasiswa, ya bubarkan saja. Artinya, kehadiran suatu peran selalu melahirkan konsekuensi. Maka tanggungjawab utama adalah menjalankan perannya masing-masing. Bayangkan bila dalam sebuah panggung komedi sekelas Overa Van Java salah seorang pemain tidak bertanggungjawab dengan perannya. Tentu saja alur cerita akan menjadi lain dan tidak menarik. Demikianlah tanggungjawab menjadi satu keunggulan yang perlu ditanamkan sejak dini agar kelak kita yang saat ini menjadi mahasiswa dapat memberi kontribusi positif bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Nah, sudahkah kita bertanggungjawab dengan studi dan peran kita masing-masing?

Jangan sampai karena tak bertanggungjawab kita sulit mendapat kepercayaan dan pekerjaan. Bila demikian bukan tidak mungkin kita nyasar ke alamat palsu dan mempertanyakan hidup. Kemana .. kemana .. kemana … (I You Think Think Style)