Pilihan

Minggu, 04 Agustus 2013

KEADILAN


“Human rights are not only violated by terrorism, repression or assassination, but also by unfair economic structures that creates huge inequalities” Pope Francis, The Guardian

Pada tahun 2009 Paus Fransiskus yang masih menjadi seorang Kardinal mengecam pemerintahan Néstor Kirchner, suami Presiden Argentina saat ini Cristina Fernández de Kirchner. Kecaman itu tak lain disebabkan oleh kesenjangan yang semakin melebar di negara Amerika Latin tersebut. Perekonomian menunjukkan gejala ketidakadilan dimana kaum miskin semakin jauh dari hak-haknya untuk mendapatkan kesejahteraan. Pernyataannya tersebut sempat menjadi tajuk utama pemberitaan di negara tersebut. Paus yang hidup dengan satu paru-paru ini mengecam kebijakan rezim yang berlangsung dengan menyebutnya sebagai sebuah tindakan yang tidak bermoral dan tidak adil.

Beberapa tahun dari peristiwa tersebut, Jesuit yang bersahaja itu menjadi salah satu pemimpin gereja yang fenomenal. Sikapnya yang luwes dan tidak terjebak oleh protokoler kepausan telah mengundang mata dunia pada tahta suci di Roma yang tengah menghadapi berbagai tantangan. Sekarang dimana Paus Fransiskus berdiri sebagai pemimpin, tanpa segan ia melakukan otokritik juga terhadap praktik-praktik ketidakadilan yang berlangsung dalam tubuh gereja yang dicintainya. Beberapa langkah penting dan pesannya secara lugas menunjukkan hasratnya untuk membawa gereja secara lebih nyata menjadi bagian dari solusi persoalan ketidakadilan dunia.

Persoalan ketidakadilan dalam wilayah ekonomi memang telah menjadi sebuah isu panjang dalam sejarah peradaban. Isu ini bahkan telah melahirkan pemikiran-pemikiran yang saling bertarung dan melahirkan tokohnya masing-masing. Pertarungan antara kaum borjuis dibawah semangat kapitalisme global dan kaum proletar dengan gerakan sosialisme sampai detik ini masih berlanjut. Pada titik ini kita paham bahwa dunia sepenuhnya masih berada dalam gejolak ketidakadilan yang kadang menimbulkan gesekan bahkan perang.
Dalam konteks hidup kita di Indonesia, kita melihat ironi yang sama. Ironi dimana negeri yang

Kamis, 01 Agustus 2013

Benar-Benar "Anak Jenderal"


Kejadian menarik saat ini disajikan oleh media. Beberapa waktu kita dibuat penasaran oleh seorang “Anak Jenderal”. Seorang pemuda yang menekan petugas untuk memberinya ruang melintasi jalur busway yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan selain Bus TransJakarta. Sebuah keberanian luar biasa konyol untuk seorang mahasiswa yang mestinya paham betul tentang pentingnya kejujuran. Akibat dari tindakan tersebut, keluarganya mengalami kepanikan dan menanggungrasa malu yang luar biasa. Tapi kita patut mengacungi jempol untuk orang tuanya yang bertanggungjawab dan menyatakan maaf. Setidaknya orang tuanya masih merasa memiliki tanggungjawab pada anaknya sekalipun dalam kondisi yang tidak sepatutnya.(Kompas).

Kejadian-kejadian demikian itu sebenarnya adalah sebuah kondisi yang telah biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari terutama di Jakarta. Bahwa media sekarang semakin jeli dan ditambah oleh tumbuhnya keberanian kritis masyarakat dalam melihat situasi sekitarnya menimbulkan sebuah gelombang kesadaran yang bertambah dahsyat. Bertemunya dua sisi kebutuhan media dan kesadaran masyarakat ini mendorong fenomena umum yang selama ini kita hadapi semakin ditarik ke permukaan dan menekan alam bawah sadar kita. Menekannya sehingga

Senin, 29 Juli 2013

MIMPI


Tik ... Tik .. Tik.
Rasanya baru beberapa waktu lalu suara dari Mesjid yang mengingatkan sahur terdengar. Tidur larut dini hari rupanya tidak berpengaruh sehingga aku tidak perlu bangun di waktu benar-benar siang. Aku bangun dan bisa mendengarkan bunyi jarum jam tangan di atas meja. Mimpi satu sekuel dengan mantan di era Putih Biru barusan memang membuatku satu sisi bisa tertawa, namun di sisi lain menggelisahkan. Mungkin stimulus kegelisahan membuatku bangun lebih awal dari prediksi. Bunga-bunga tidur dari taman alam bawah sadar. Siapa yang paham.

Sebentar kusimak berita dari rekan di Roma. Rencana pertemuan 30 observer yang akan diseleksi dari ratusan kami yang menjadi member di jaringan orang muda untuk keadilan sosial. Entahlah apakah undangan tersebut yang menyertakan kata kunci menarik “akan turut misa khusus dengan seorang dengan jubah putih” akan sampai padaku. Masih agak kecewa dengan kegagalan pertama ke Roma karena keterlambatan visa. Menghadapi berita itu saja sebenarnya membingungkan. Bahasa aliennya memicu galau. Antara berkah dan gelisah. Berkah karena impian masa lalu dan kegagalan visa beberapa bulan lalu akan terobati. Gelisah karena membayangkan keterbatasan bahasa dan lebih menggelisahkan lagi, jauh dari nasi. Jauh dan harus hidup dengan roti, roti, dan ya ... pizza dan roti lagi. Oh, sindrom kurang percaya diri akut dan nasib jadi warga dengan kebijakan penyeragaman pangan.

Dasar pikiran kacau. Kulupakan sejenak Roma dan kembali kesini. Realitas dan realitas bahwa saya saat ini di tanah air tercinta. Lebih sadar lagi saat menyaksikan bahwa sampai detik ini masih saja banyak yang membicarakan ormas anti maksiat. Ormas yang masih memicu perdebatan sampai detik ini. Dari group kedaerahan hingga group nasional tempat para pendukung pencapresan Gubernur DKI, semua bicara tentang ormas yang lebih tepatnya saya

Sabtu, 20 Juli 2013

Tuhan Rencanakan, Kita Menentukan ...

Pernahkah anda mendengar sebuah ungkapan berikut? Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan. Bagi sebagian besar orang, ungkapan ini masih menjadi sebuah keyakinan dan dipegang betul. Menjadi sebuah penawar kecewa saat segala sesuatu berakhir tidak sesuai harapan. Rasanya bukan sebuah hal yang keliru menerima ungkapan tersebut.

Pun demikian, entah mengapa saya jauh lebih yakin bilamana Tuhan merencanakan, manusia yang menentukan. Tanpa menutup peluang rahmat dan keterlibatan Sang Pencipta, saya lebih menyakini bahwa kita pada dasarnya sudah diciptakan dengan penuh kebaikan, diberi rencana kehidupan yang baik dan tentu saja agar kita mencapai tujuan akhir kehidupan juga dengan baik. Seluruhnya baik tanpa terkecuali.

Lalu kita barangkali bertanya mengapa seluruh kehidupan yang kita jalani, tidak seluruhnya baik? Tentu saja karena keterbatasan manusiawi kita dan kecenderungannya akan segala sesuatu yang memikat membuat kita kerap melupakan peta perjalanan hidup kita. Tawaran lain yang muncul dalam perjalanan kita membuat kita kadang lupa pada jalan yang seharusnya kita tapaki. Hal ini membuat kita sulit menemukan kebaikan dan kadang bila sudah terlalu jauh menyimpang, kita seakan terjebak dalam labirin dan

Menerima

Kita memiliki banyak pengalaman yang dibentuk dari tiap peristiwa yang kita lalui. Sementara itu setiap peristiwa itu hadir dan berlalu, acapkali kita mengenang beberapa diantaranya, sebagian lain mengendap begitu saja tanpa perhatian. Sebagian yang lain hendak dilupakan karena sakit yang dipicu oleh ingatan akan peristiwa tersebut. Sebagian yang hendak dilupakan tersebut biasanya adalah peristiwa yang melukai, menekan atau mempermalukan kita.

Rasanya banyak kali kita ingin melupakan, tetapi kadang melalui sebuah pertanda yang lain dalam kehidupan, ingatan itu muncul kembali. Sebab pada dasarnya memang seluruh peristiwa yang kadung terekam, tak akan pernah benar-benar hilang. Kendati sudah begitu kuat hasrat untuk melupakannya. Sungguh, tak ada yang akan berlalu begitu saja karena apa yang menjadi pengalaman kita tidak pernah meninggalkan kita.

Sebagai gambaran, data apapun yang barangkali kita simpan sebagai file dalam perangkat komputer kita. Kendati telah disimpan rapi atau kelak ingin kita hapuskan dan dibuang ke Recycle bin, pada dasarnya tidak pernah benar-benar hilang. Melalui berbagai teknologi yang semakin mutakhir data yang dibuang toh masih dapat dipanggil dan dimunculkan kembali. Jangan heran banyak file yang