Pilihan

Kamis, 03 November 2011

TUGAS ASISTENSI KULIAH PSIK UGM

TUGAS REFLEKSI

KULIAH AGAMA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Anda telah belajar dan mendiskusikan tentang makna Keimanan dan Ketakwaan dalam persfektif kekatolikan. Maka untuk mengolah pemahaman anda, buatkanlah refleksi pengalaman pribadi anda yang berkaitan dengan Tema Keimanan dan Ketakwaan. Refleksi paling lambat sudah diterima pada tanggal 07 November 2011 Pkl. 23.59 WIB.

Catatan:

· Refleksi bersifat individu

· Memuat pengalaman nyata yang berkaitan dengan Keimanan dan Ketakwaan

· Bagian akhir refleksi menguraikan tentang peran Tuhan dalam pengalaman anda tersebut serta nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari balik pengalaman tersebut

· Tulisan min 3 Halaman dan maks 5 hal. Ukuran kertas A4, Font Time New Roman, Size 12

· Dishare sesuai dengan kesepakatan pada saat kuliah pertama.

· Harap konfirmasi via SMS ke 0812 2729 2686 bagi yang telah mengirimkan tugas

Selamat berefleksi ...

Senin, 17 Oktober 2011

Pribadi Yang Bertanggungjawab

Malam sedang menuju kesunyian langit kota Yogyakarta, sesaat sebelum menyambut Pesta Rakyat, pesta pernikahan putri bungsu Ngarso Dalem. Di lobi sebuah hotel di kawasan Adi Sucipto saya dan 3 orang rekan dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menunggu seorang alumni kami yang dikenal luas dalam panggung demokrasi era 65. Pak Cosmas Batubara yang merupakan mantan Ketua Presidium Pusat PMKRI serta pernah menjabat menteri perumahan dan juga menteri tenaga kerja menyapa kami dengan ramah. Malam itu kami bertemu berkaitan dengan Kongres Nasional dan Majelis Permusyawaratan Anggota yang akan diadakan di Surakarta.

Setelah saling menyapa dan berjabat tangan, beliau membuka pembicaraan dengan mengungkapkan alasan keterlambatan pesawatnya karena kehadiran Presiden RI di Yogya. Perbincangan seputar kongres pun dimulai dan sangat menarik. Namun satu hal lain yang lebih menarik bagi saya pribadi adalah justeru kisah sederhana yang beliau sampaikan. Kisah yang sama seperti dikisahkan sebelumnya saat kami bertandang ke rumah beliau di daerah Cikini, Jakarta. Kisahnya adalah tentang pengalaman kecilnya saat menjadi mahasiswa.

Beliau menuturkan, suatu ketika saat ia menjadi Ketua Presidium Pusat PMKRI dan sedang melakukan kunjungan ke salah satu cabang di Surabaya. Sepulang dari kunjungannya tersebut dan tiba kembali di Jakarta, beliau ditanyai oleh Bendaharanya seputar karcis kereta api sebagai bukti perjalanannya. Saat ditanyai ia kebingungan karena bagaimana mungkin seorang Bendahara berani menuntut pertanggungjawaban keuangan dari Ketua. Namun, rekannya yang menjabat sebagai Bendahara tidak mau tahu soal itu. Sebagai seorang Bendahara ia merasa berhak meminta sebagai pertanggungjawaban yang akan dicatatkan dalam laporan keuangan. Cosmas Batubara akhirnya menyadari makna tersirat dari peristiwa itu. Untungnya karcis itu masih dapat ditemukan setelah mencari beberapa saat.

Rupanya pelajaran berharga itu begitu penting bagi seorang Cosmas Batubara. Tanggungjawab yang diajarkan lewat dialognya dengan Bendahara tersebut ternyata membekas dan membentuk sikap tangungjawab dalam dirinya sampai ia menjadi seorang menteri. Dalam tiap perjalanan dinasnya ia selalu mengecek bukti pertanggungjawaban dan semua hal yang harus dilaporkan untuk disiapkan dengan baik oleh bawahannya. Ia menganggap sebagai seorang pemimpin ia mesti memberi keteladanan pula bagi para bawahannya.

Begitu bersemangatnya beliau menuturkan kisah kecilnya tersebut. Ia berharap bahwa nilai-nilai yang sama masih menjadi bagian dari identitas mahasiswa kekinian. Saya secara pribadi merasa bahwa kisah itu adalah kisah yang sama dan diulang. Namun kesadaran kecil saya mengatakan bahwa kisah yang sama setara dengan peringatan atau pesan yang sama pula, bahwa setiap kita perlu menjadi pribadi yang bertanggungjawab sejak dini. Nilai-nilai tanggungjawab dalam konteks kepemimpinan menjadi elemen yang sangat penting artinya di tengah kritik luas di Eropa yang tengah dilanda krisis ekonomi maupun di dalam negeri yang digoncang oleh gonjang-ganjing kabinet.

Tanggungjawab adalah satu sikap dan karakter yang dewasa ini telah menjadi barang langka. Sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen USD pun saya menyadari hal ini. Sembari setengah berseloroh saya pernah bilang, kalau memang organisasi kemahasiswaan tidak bertanggungjawab dalam mewadahi kepentingan mahasiswa, ya bubarkan saja. Artinya, kehadiran suatu peran selalu melahirkan konsekuensi. Maka tanggungjawab utama adalah menjalankan perannya masing-masing. Bayangkan bila dalam sebuah panggung komedi sekelas Overa Van Java salah seorang pemain tidak bertanggungjawab dengan perannya. Tentu saja alur cerita akan menjadi lain dan tidak menarik. Demikianlah tanggungjawab menjadi satu keunggulan yang perlu ditanamkan sejak dini agar kelak kita yang saat ini menjadi mahasiswa dapat memberi kontribusi positif bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Nah, sudahkah kita bertanggungjawab dengan studi dan peran kita masing-masing?

Jangan sampai karena tak bertanggungjawab kita sulit mendapat kepercayaan dan pekerjaan. Bila demikian bukan tidak mungkin kita nyasar ke alamat palsu dan mempertanyakan hidup. Kemana .. kemana .. kemana … (I You Think Think Style)

Senin, 22 Agustus 2011

JANGAN MENGHINDAR

Banyak pengalaman yang dimiliki tiap-tiap orang dalam hidup. Pengalaman akan menentukan seberapa besar kemampuan kita menghadapi tantangan kekinian dan masa depan serta membentuk sikap mental kita dalam melihat persoalan yang ada. Begitu kita memiliki pengalaman buruk, maka ketika kita menemukan hal yang sama maka sikap kita cenderung akan menghindar dan menjauh.

Tapi bukankah pilihan dalam menghidupi pengalaman ada pada kita? Tidak banyak kita menyadari betapa besarnya kuasa kita atas waktu yang mengisi batasan pengalaman. Kita lebih banyak terjebak dalam arus waktu dan dikendalikan oleh kesibukan di dalamnya tanpa kita mampu mendorong kesadaran ke arah pencerahan. Seorang sahabat bercerita bagaimana ia dalam kesunyian dan komplikasi masalah tanpa seorang pun yang menaruh hati dan waktu untuk mengerti persoalannya. Sementara yang lain seakan hidup dalam ruang yang teralienasi dan mengalami kegalauan luar biasa dalam mengolah pengalaman. Beberapa yang bahkan terang-terangan menunjukkan sikap rendah diri dan seakan kehilangan rasa percaya diri dalam melihat posisinya dalam hidup. Sahabat yang mengalami tekanan hebat ini merasa diabaikan. Mereka yang seharusnya hadir saat dibutuhkan, termasuk orang terdekatnya sekalipun tak mampu memberinya kelegaan. Sepanjang waktu ia berusaha untuk mengerti tetapi jarang ia dimengerti. Betapa pun ia merasakan bagaimana dunia yang semakin maju dengan perangkat teknologi komunikasi pun tidak membantu. Pendidikan yang makin maju pun tak pula mampu memberi solusi. Setiap orang larut dalam masalahnya dan menganggap hidup seperti di pulau tak berpenghuni. Setiap orang menjadi begitu egois tanpa mereka sadari.

Peradaban dalam pilar teknologi telah merenggut solidaritas dan kebersamaan dari tiap insan yang masih bertualang mencari identitas diri dan yang mencoba menemukan realitas hidupnya ditengah kekinian. Banyak insan terjebak dalam prasangka, menghakimi sebelum mengenali situasi dan bukti. Banyak pula yang terjebak dalam tradisi ewuh pakewuh akut sampai menutup diri dari situasi nyata di sekitarnya. Sahabat ini menangisi persoalannya. Persoalan yang menekan ke ubun-ubun dan menghantui pikirannya. Sementara mereka yang dinanti tak jua muncul dan terjebak pula pada soal yang kurang lebih sama. Terjebak dalam pulau tak berpenghuni di ruang pikirnya masing-masing. Setiap orang merasa memiliki persoalan berat dan merasa haram hukumnya bila kerapuhannya semakin dikenali di ruang publik. Bukankah situasi ini semakin menunjukkan watak generasi demi generasi yang kian rapuh. Maka banyak kali solusi pendek yang dipilih dalam mengatasi persoalan adalah dengan cara menghindar.

Tetapi benarkah menghindar merupakan jalan menyelesaikan masalah? Terutama menghindar dengan menepi terlalu jauh di pulau tak berpenghuni. BUkankah rasanya lebih indah membagikan diri dan kegalauan dengan orang-orang dekat kita? Saling berbagi dan bersama mencoba membedah persoalan untuk menemukan momen kebangkitan dari kebersamaan. Maka bila kita menemukan masalah, adalah baik bila kita menginventarisirnya dalam catatan dan mengajak para sahabat dan rekan untuk membantu kita. Kita barangkali tidak akan menuntaskan masalah sepenuhnya, namun sebagian dari masalah sudah akan berkurang saat dibagikan dalam semangat saling menopang. Jangan menghindar atau semakin besar tembok yang menghadang karena kita tak pernah benar-benar menyelesaikan masalah.

Be MAGiS!

Kamis, 04 Agustus 2011

DARI LUKA LAMA MENUJU CINTA LAMA

Lama tak menulis. Gatal tangan dan sakit kepala mendera. Berhubung kemarin terlambat mengikuti sesi MAGiS Circle dengan rekan-rekan terbaik, maka tak salah aku membagikan apa yang ingin kubagikan dalam sharing yang seharusnya terjadi kemarin melalui fasilitas teknologi ini. Masih ingat soal pengolahan sejarah hidup yang lalu.

Menulis sejarah hidup dengan membangkitkan ingatan akan masa lalu dan menghadirkannya kembali. Mengamati dan mencecap kembali situasi dimasa lalu untuk menemukan jejak Tuhan disana. Melihat peristiwa hidup di masa silam dengan lebih baik lagi sambil menyerap rahmat Tuhan yang menuntun kita memahami masa lalu. Beberapa waktu lalu seperti yang pernah kuceritakan pada beberapa rekan yang kutag disini, tak pernah aku menyadari kalau sedikit banyak, banyak sedikit, ada luka yang terbawa dalam sejarah hidup pribadi dengan satu dua figur dalam keluarga. Seperti lazimnya dialami banyak kita. Entah pengalaman buruk di masa lalu dengan orang tua, saudara, kerabat, masyarakat, dan sebagainya. Sehari-hari rasanya tak ada luka di masa lalu. Seolah hidup berjalan baik apa adanya.

Melalui pengolahan sejarah hidup, menemukan peristiwa di masa lalu aku melihat bagaimana ternyata aku mengalami luka (barangkali lukanya masih stadium 2 sehingga berpotensi jadi luka batin akut). Ada beberapa peristiwa di masa lalu yang membuatku bereaksi dengan sangat khas terhadap tokoh yang hadir di masa laluku dan kini harus kuhadapi. Reaksi yang secara alamiah terbentuk oleh pengalaman. Reaksi berupa sikap berpura-pura baik, kadang bersikap cuek, kadang bersikap jutek, kadang bersikap mengabaikan seolah-olah tak ada.

Menamai dan memberi Label "Luka Lama" pada peristiwa di masa lalu membuatku melihatnya secara lebih baik lagi. Tentu ketenangan batin dan rahmat dari Tuhan sangat dibutuhkan agar kita bisa melihat dengan jernih tiap peristiwa yang ada. Menemukan Tuhan disana yang ternyata tak mengabaikan kita. Ya, melihat bagaimana sebenarnya peran Tuhan dalam peristiwa hidup. Setelah menyaksikan seperti memutar ulang rekaman video dokumenter pribadi, melihat pesan-pesan terselubung hadir lewat masa lalu kita.

Menerima tiap pengalaman di masa lalu, termasuk yang diberi label "Luka Lama" sebagai bagian hidup kita yang berharga dan tak terpisahkan. Pada tahap pengakuan (to-proclaim), saat pelepasan beban hidup dengan mengakui tanpa bermaksud menyembunyikan masa lalu karena malu. Mengakui baik buruknya seluruh perjalanan hidup di masa lalu sebagai bagian dari rencana besar Tuhan membentuk hidup kita adalah bagian penting lainnya yang tak boleh diabaikan. Dari penemuan, penerimaan, dan pengakuan akan masa lalu, termasuk luka lama, maka kita dapat memiliki pengalaman hidup baru dengan label baru "CINTA LAMA".

Bukankah lebih menyenangkan rasanya mendengar CINTA LAMA daripada LUKA LAMA?

Jadi mengapa tak menggali sejarah hidup anda dan menemukan bagian penting disana, memberinya nama dan menyapanya kembali, menerimanya sebagai milik anda, dan mengakuinya sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup anda.

Selamat mencoba ...... menemukan CINTA LAMA :)

P.S: buat sobat-sobat MAGiS08, maaf kemarin tak hadir. buat yang sedang menuju Madrid, semoga mengalami rahmat Tuhan dengan hati gembira. All Of You So Inspiring ...

Kamis, 30 Juni 2011

Peace Building Training

"Tak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian agama-agama " Hans Küng

Mendalami dialog umat beragama perlu sebuah upaya bersama. Dalam peace building training yang digelar Pusat Pastoral Yogyakarta (30/06) kami mendalaminya bersama belasan mahasiswa muslim dan kristiani. Salah satu langkah pelatihan adalah dengan mengajak peserta mengenali keragaman dan mendalami kondisi masyarakat.

Pagi ini misalnya saya bercengkerama dengan Pak Asmo yang bekerja sebagai koster di salah satu gereja kristen. beliau bertutur tentang harmoni yang terbangun di wilayah tempatnya tinggal. Menurutnya kehidupan harmonis di lingkungannya terjaga karena adanya sikap saling menghormati antar pemeluk agama. Dalam perayaan agama setiap warga menunjukkan toleransi dengan sesamanya. Agama memang rentan memicu konflik, namun hal itu dapat dihindari dengan memelihara toleransi dan relasi sosial yang baik antara warga. Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup berbangsa menurutnya sangat penting dalam menjaga harmoni diantara perbedaan yang ada. Pancasila memberi ruang bagi tiap pemeluk agama dalam menghayati keyakinannya masing-masing. Keterlibatan dalam ruang masyarakat untuk tiap pemeluk agama harus mengedepankan toleransi dan tidak menonjolkan agama masing-masing. Hal ini untuk menciptakan kerukunan masyarakat yang beragam.

Hal senada diungkapkan bu Sri asal Tirtomartani, Kalasan yang bekerja sebagai buruh cuci di salah satu usaha Laundry di Condong Catur. Sambil berbincang soal usaha laundry tempatnya bekerja, wanita lulusan SMP ini mengungkapkan warga sekitar tempatnya tinggal relatif rukun dan saling menghormati. AGama diungkapkan dalam sikap saling menghormati dan penghayatan nilai. Memandang pancasila, ia menganggap penting kendati pancasila hanya dimaknai dan dibicarakan di lingkungan sekolah. Untuk menjaga harmoni masyarakat setiap pemeluk umat beragama harus menjaga satu sama lain tanggungjawabnya dan tidak mengabaikan yang lain.

Jadi, bila kita menyaksikan kekerasan dan konflik yang berwajah agama di media yang terjadi selama ini maka realita di masyarakat juga menunjukkan bahwa tidak semua hal kisruh itu berlaku di masyarakat. Persfektif yang keliru soal agama memang hendaknya dibarengi dengan menangkap realita sosial yang ada sambil terus menerus mengupayakan jembatan dialog. Kaum muda kristiani dan muslim perlu mengembangkan wacana dan gerak dialog secara intens untuk mengatasi perbedaan yang berujung pada konflik.

Nah, bagaimana anda memandang nilai-nilai universal agama anda dan mulai membangun niat memajukan INDONESIA?