Pilihan

Jumat, 23 Maret 2012

REFLEKSI TENTANG ASG


Bagi saya sendiri, selama saya belajar agama ini membawa banyak pengalaman buat saya, mulai dari yang membuat saya terharu, bangga, hingga merasa malu dengan diri sendiri.
Pada awalnya saya sebenarnya merasa agak malas juga, ngapain kuliah harus jauh-jauh?? Belum lagi kena resiko kehujanan. Namun pada akhirnya saya berbalik menjadi menyukai model kuliah seperti ini. Kenapa?? Karena dengan kuliah seperti ini saya  bisa melihat kondisi sesungguhnya dari apa yang saya pelajari.
Contohnya saja, saya belajar mengenai ASG. Nah di sepanjang jalan saya berangkat kuliah, saya melihat bahwa apa yang menjadi pusat perhatian dari ASG itu sendiri masih terus terjadi. Sering saya merasa miris bila melihat mereka. Namun tidak jarang pula saya merasa terharu bila melihat
perjuangan mereka. Entah kenapa, saya menjadi lebih merasa terhubung kepada mereka. Mungkin hal ini juga dikarenakan saya juga anak dari keluarga yang bisa dikatakan tidak mampu.
Sering saya juga merasa malu. Kok bisa-bisanya saya santai-santai, padahal sudah mendapat karunia yang demikian luar biasa bila dibandingkan dengan mereka?? Saya sebenarnya ingin menolong, namun tidak tahu bagaimana caranya. Sehingga saya hanya bisa merenung dan berdoa. Sering pula saya marah bila melihat kondisi ini, entah kepadasiapa. Mungkin kepada pemerintah, atau kepada diri sendiri, atau kepada oranmg lain yang membiarkan hal ini terjadi. Bagi saya sendiri, jalanan di kota besar, contohnya Yogyakarta, sudah menjadi semacam show of the social gap, atau pertunjukan kesenjangan sosial. Coba saja lihat, bagaimana ada orang yang mengemis kepada mereka yang menaiki mobil Honda Jazz. Atau bagaimana ada yang mengamen pada orang yang berada di dalam Toyota Fortuner.
Bagi saya, hal ini sudah sangat keterlaluan. Rentang sosialnya sudah sangat jauh. Bagaimana hal ini bisa terjadi?? Sering saya bertanya kepada diri sendiri. Hal itu menyebabkan saya sering merenung, dan pada akhirnya, berdoa. Jadi bisa dikatakan, bahwa saya menemukan Tuhan di Jalanan, diantara mereka yang miskin dan tertindas.
Sedangkan mengenai nilai-nilai yang bisa saya kembangkan, ya itu tadi, berusaha untuk lebih peduli terhadap mereka yang kecil, lemah, miskin, tertindas, dan difabel.  Mungkin nilai-nilai ini tidak pernah masuk ke dalam pelajaran, namun, bagi saya, inilah nilai yang paling jelas saya temukan. Sedangkan mengenai yang lain, saya merasa bahwa saya ditegur secara halus oleh Tuhan, untuk lebih memperhatikan iman saya.
Sebelumnya saya berpandapat bahwa iman, ya iman, sedikit (atau bahkan tidak ada) kaitannya dengan kehidupan saya sehari-hari. Semua perbuatan baik yang dituntut untuk dilakukan saya rasa hanya sekedar berasal dari moralitas semata. Namun, pada akhirnya saya menyadari, bahwa apa yang saya pikirkan itu tidak benar. Saya dituntut untuk berusaha mengaplikasikan iman saya dalam kehidupan ini, berusaha untuk mewujudkannya.
Selain itu, saya juga belajar mengenai totalitas, dalam segala hal. Bahkan dalam agama kita juga dituntut untuk memiliki totalitas. Jadi kita tidak boleh setengah-setengah dalam mengerjakan sesuatu. Bila kita mengerjakan suatu hal, kerjakan hal itu hingga tuntas.

(Tulisan ini saya share dari pandangan dan refleksi mahasiswa saya, Franciskus Xaverius, di Program D1 STAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar