Pilihan

Jumat, 08 Maret 2013

INSPIRASI DARI BAMBANG ISMAWAN


Berbagai tanaman dan pohon rindang yang menyejukkan membuat Saya merasa tenang di rumah itu. Obrolan santai bersama salah satu figur utama penggerak masyrakat Indonesia ini tampil dengan kaos berkerah biru dan jeans yang membuatnya tampak gagah. Bersama pak Bambang Ismawan, perintis dan pendiri Lembaga Bina Swadaya, sore hingga malam hari itu terasa hangat.
Beliau bertanya maksud kedatangan kami dan dengan tenang mendengarkan. Baginya kehadiran kami dan juga rencana untuk menggalang alumni untuk reuni di Jogja pada Mei mendatang merupakan sebuah ide baik. Dalam usia 66 tahun perhimpunan, perlu diadakan sebuah temu angkatan dan pemikiran lintas generasi.. Gagasan untuk menyusun sebuah kumpulan pemikiran berupa buku dari para tokoh PMKRI untuk negeri pun mengalir.
Beliau memulai lagi dengan lontaran pertanyaan tentang
usianya pada kami. Seorang diantara kami menjawab 50 tahun dan ini mendapatkan apresiasi senyuman dari Pak Bambang. Ia merasa terhormat dalam usianya yang beranjak 75 diberi penghargaan 25 tahun. Menurut pandangan tertentu katanya, usia itu dapat dipandang dari tiga pendekatan. Pertama adalah pendekatan kronologis yang secara jelas berkaitan dengan usia dihitung dari tanggal kelahiran seseorang. Kedua pendekatan biologis yang diindikasikan dari kondisi tubuh seseorang dan yang terakhir adalah pendekatan Psikologis. Berdasarkan pendekatan ketiga yang menyangkut semangat hidup ini, beliau menyatakan masih muda dan karenanya sangat gembira bisa bertukar pengalaman dan pikiran dengan kaum muda.
Bambang Ismawan, anggota penyatu PMKRI Cabang Yogyakarta, bahasa yang lebih fungsional dan integral untuk menggantikan istilah alumni. Beliau bercerita bagaimana ia menjalani hidup dengan kegembiraan yang penuh. Analogi hidup bagai berselancar diatas gelombang laut menjadi pilihannya dalam memandang kehidupan. Melalui gelombang-gelombang yang ada, peselancar makin bisa merasakan kepuasan dan memaknai pengalaman. Pada akhir berselancar ia dapat dengan puas menatap keteduhan laut. Demikian pula bagi Bambang Ismawan, kehidupannya yang penuh gelombang tantangan sungguhlah sebuah perjalanan yang penuh syukur. Atas semua itu dalam refleksi spiritual, beliau selalu bertanya, darimana semua itu berasal? Pertanyaan yang selalu menemaninya untuk tidak melupakan rahmat di belakang semua pencapaiannya.
Teguh dengan Keyakinan
Dalam perjalanan hidup beliau membangun seluruh karyanya, salah satu hal yang menarik bagi saya adalah bagaimana perjalanan merintis Bina Swadaya dari Rp. 10.000 pada masa itu. Cerita unik adalah saat gagasan untuk membangun gerakan pemberdayaan masyarakat khususnya melalui media Trubus yang berbasis pada semangat pengembangan masyarakat agraris. Gagasan itu suatu ketika dibicarakan dengan PK. Ojong dengan harapan mendapatkan saran dan pelbagai tips pengembangan. Jawaban yang diharapkan kala itu sungguh tak diduga karena oleh PK. Ojong beliau disarankan mengurungkan niat karena secara bisnis dinilai tidak punya prospek.
Pak Bambang Ismawan melihat masa itu sebagai masa yang menantang. Keyakinannya tak surut kendati kemungkinan pengembangan usahanya secara bisnis memang tampaknya tidak menjanjikan. Bersama rekan-rekannya ia meneruskan niat besarnya yang diyakini adalah panggilan karyanya. Sejak itu selama 10 tahun berjalan diawal usahanya memang terus mengalami kesulitan. Berikutnya baru 5 tahun kemudian dalam masa transisi dan pengembangan majalah Trubus baru mampu mencapai titik Break Event Point. Belum ada keuntungan yang signifikan kecuali bahwa semangat untuk mengembangkan gagasan pemberdayaan masyarakat kian bertambah. Hingga hari ini Trubus masih terus eksis dan menjadi garda terdepan media pemberdayaan masyarakat agraris.
Refleksi perjalanan itu oleh Pak Bambang dipegang pada satu kalimat kunci. Seluruh perjalanan itu bisa tetap berjalan dan memberikan hasil oleh karena ia percaya “Solidity of Team Work is the key”. Soliditas dan semangat mereka yang berjuang pada awal itulah yang membuat Bina Swadaya dan media Trubus dapat bertahan dan menginspirasi hingga hari ini. Sebuah resep kesuksesan yang tentu saja dapat dibagikan setelah melewati perjalanan yang panjang. Bagi saya pribadi, sungguh ini sebuah proses luar biasa dari evolusi keyakinan yang pada akhirnya mencapai tujuan yang diharapkan. Kendati beliau dulu tak membayangkan Bina Swadaya dapat tumbuh seperti saat ini, namun hal yang tak berubah adalah bahwa keyakinannya terus mendorongnya untuk melangkah maju.
PMKRI dan Tantangannya
Berkaitan dengan PMKRI, ia berharap bahwa ruang pembinaan ini dapat dijadikan tempat semestinya kaum intelektual dididik sebagai calon pemimpin masa depan Indonesia yang plural. Pengalamannya saat berada di PMKRI serta pendidikan yang ditemukan di Asrama Realino merupakan sebuah bentuk pendidikan yang sulit ditemukan di bangku kuliah. Maka ia sangat mendorong agar kader PMKRI menjadikan dirinya sendiri sebagai modal. Make your self as a capital, tandasnya untuk menunjukkan kekuatan personal yang mestinya menjadi milik kader PMKRI.
Bagi beliau, pada masanya banyak kalangan akan merasa aneh bila ada mahasiswa katolik yang tidak bergabung dengan PMKRI. Berbeda dengan masa kini dimana orang yang bergabung dengan PMKRI akan dirasa aneh. Demikian memang pada akhirnya setiap anak zaman akan memiliki tantangannya sendiri. Kami tertawa saat Pak Bambang dengan ketenangannya yang khas mengungkapkan “Cilakanya, anak saya tak satu pun yang tertarik masuk PMKRI”. Sebuah kondisi yang memang tak dapat dipaksakan karena generasi memang membentuk cara pandang masing-masing.
Maka sungguh beliau menyambut baik rencana Dewan Pimpinan Cabang yang hendak menyelenggarakan Reuni pada Dies Natalis 66 PMKRI pada Mei mendatang. Bagi beliau ini adalah momen tukar gagasan dan sharing pengalaman lintas generasi. Momen yang kiranya baik untuk menjadi sarana pembelajaran bagi semua. Terlintas dalam pembicaraan itu tantangan bagi DPC untuk menyusun sebuah buku yang berisi pemikiran para kader PMKRI tentang Indonesia berdasarkan ruang keutamaan mereka masing-masing. Beliau memberi contoh Pak J. Kristiadi yang bisa diminta menulis tentang sosial politik dan para anggota penyatu lain yang punya keahlian di bidang masing-masing. Sembari menimpali saya mengungkapkan pikiran saya tentang ide beliau. Barangkali bisa dibuat buku Kompilasi Pemikiran Perhimpunan untuk Indonesia: Dies Natalis PMKRI Yogyakarta ke - 66. Sebuah tantangan yang terus saya dengungkan dalam pembicaraan dengan DPC sampai akhirnya kami meninggalkan kediaman beliau.
Refleksi Personal
Hari ini saya menuliskan kembali sebagian kecil dari banyak pemikiran dan informasi baru yang saya peroleh dari beberapa jam belajar di teras rumah Pak Bambang Ismawan. Bagi saya kesempatan langka ini merupakan sebuah inspirasi besar bagi saya untuk berjuang dan mengupayakan Indonesia yang lebih adil, berkemanusiaan dan berpegang teguh pada persaudaraan sejati. Saya berharap bahwa Dies Natalis pada Mei mendatang dapat terwujud, terutama dengan menghasilkan sebuah warisan pemikiran lewat buku yang dapat kita kembangkan bagi kemajuan PMKRI, khususnya bagi Gereja dan Bangsa.
Terima Kasih Pak Bambang Ismawan dan para anggota penyatu yang senantiasa mendorong kami bertumbuh melalui sentuhan personalitas yang unik. Kesempatan berziarah pemikiran di Jakarta sungguh sebuah anugerah pembelajaran yang luar biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar