Jumat, 29 Februari 2008
ASTAGA NAGA
Rabu, 27 Februari 2008
AKHIRNYA DATANG JUGA

Akhirnya datang juga aku di halaman ini setelah sekian lama vakum. Setelah temu Magis'08 minggu lalu, aku mulai mencoba mengembalikan semangat hidup ke posisi stabil setelah sebelumnya sedikit merosot. Banyak hal yang muncul namun banyak pula yang berlalu hilang. Tak berbekas.
Jumat, 07 Desember 2007
REFLEKSI ROHANI
JADILAH KEHENDAKMU (?)
Seorang ibu baru saja membaca perikop mengenai kepasrahan Maria pada rencana Allah. Setelah sekian tahun ia kerap mencoba berdoa dengan cara yang sama seperti Maria, kegelisahan tetap hinggap dalam dirinya. Ia tidak menemukan kebahagiaan dalam doa demikian itu dan tidak merasakan seutuhnya makna kepasrahan itu. Selanjutnya ...
Kita sebagai seorang katolik yang hidup di dalam berbagai persoalan dewasa ini kerap berlaku seperti si ibu. Kita kecewa pada Allah karena tak kunjung hadir membawa kelegaan dalam hidup. Setelah sekian lama berkanjang dalam hidup doa dan mengucapkan doa “terjadilah kehendak-Mu”, kita masih saja resah dan ragu akan kehendak baik Allah dalam hidup kita.
Penulis pun kiranya demikian dalam tahun-tahun yang penuh ketidakpastian. Awalnya doa ini mulai saya gunakan saat melihat moto panggilan seorang imam SVD yang berkarya di satu paroki di Aceh Tenggara. Tampaknya indah menggunakan kata-kata Maria sebagai sebuah ungkapan doa dalam hidup sehari-hari. Demikian saya menggunakan doa ini kerap kali dalam kehidupan sehari hari.
Beberapa tahun berselang, satu kali hadirlah kegelisahan hidup yang tak terungkapkan. Saya seperti merasa ditinggalkan. Saya berpikir bahwa dengan doa kepasrahan mestinya Tuhan menunjukkan rencana baiknya dalam kehidupan saya. Tapi dalam kenyataannya saya merasa bahwa Tuhan urung juga menunjukkan jalan itu. Dalam hitungan hari saya merasa bahwa harapan saya akan pertolongan-Nya mulai pudar. Ada rasa sesak dan perasaan ditinggalkan menyeruak dalam batin saya.
Kegelisahan dan ketidaknyamanan hidup membuat saya sedikit berpaling. Hidup rohani saya mengalami kemerosotan dan keraguan saya akan pemeliharaan Allah semakin besar. Semua berlangsung cukup lama dan itu adalah masa-masa desolasi yang membuat saya makin jenuh dalam memandang kehidupan. Doa kepasrahan pun berganti dengan tuntutan akan perhatian dari Allah. Sikap menuntut membuat saya seolah tidak peduli lagi pada rencana Allah yang penuh misteri.
Hubungan dengan Allah yang kian hari tampak tak mesra berlangsung hingga suatu ketika jawaban itu mulai muncul. Rencana indah telah lalu, berganti dengan kepenuhan syukur. Ia menjawab doa sekalipun saya telah begitu pesimis dan ragu akan cinta yang diberikanNya. Seketika itu saya terdiam dalam permenungan dan mulai menggali lagi masa-masa desolasi itu.
Astaga. Dalam permenungan ujung malam itu saya tertunduk lemah dan dipenuhi rasa bersalah. Selama sekian tahun dalam hidup, saya mengatakan pada Dia, “Jadilah Kehendak-Mu”. Tapi pada kenyataannya selama sekian tahun itu pula saya bertindak egois. Doa itu bukanlah benar-benar doa sebab saya mengungkapkannya sejadinya dan berharap kehendak Allah terjadi sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Saya menemukan kecenderungan hati dan pikiran saya yang mengendalikan Allah dengan kamuflase doa kepasrahan. Ego yang begitu besar membuat saya menuntut Allah berkehendak sesuai kehendak saya.
Sekian waktu dalam permenungan itu, kesadaran baru mulai bersemi. Saya tahu bahwa kepasrahan tanpa diikuti sikap hati yang seutuhnya pasrah adalah sebuah tindakan egois dan mengabaikan peran Allah. Alih-alih berdoa, kenyataannya saya tengah mengarahkan keinginan saya sebagai suatu kehendak Allah.
Jawaban yang begitu menyentuh akan doa ternyata pada akhirnya muncul dari Allah melalui dinamika kehidupan. Jawaban yang merupakan perwujudan kasih Allah. Sekalipun kita menuntut berbagai macam hal dengan mengatasnamakan nama-Nya, Ia tiada marah dan tetap memberi melalui jalan yang sulit dibayangkan. Pada akhirnya, Ia tetaplah sosok seorang Bapa yang dengan penuh gembira menyambut kesadaran diri kita di gerbang pintu kasihNya. Ia sabar dalam ketidaksabaran kita dan menunjukkan diriNya sebagai Allah dan Bapa bagi kita.
Minggu, 14 Oktober 2007
WIS SUDAH
Bangun pagi, berdoa. Hal pertama yang kulakukan hari ini. Hari ini aku akan wisuda bersama rekan-rekan lain yang berhasil menyelesaikan studi di tahun ini. Misa pagi bersama Pater Frans, yang menghadiri wisuda dari Aceh, memohon pertolongan Tuhan agar segala sesuatu berjalan baik. Secara khusus perjalanan pasca wisuda.
Pelayanan & Cinta
Sebelum mengenakan toga sebagai persiapan menuju gedung tempat berlangsungnya acara, aku menyempatkan diri sarapan pagi bersama Mama Dona yang kebetulan juga menghadiri wisuda Dona yang seprogram studi denganku. Pater Frans juga turut makan pagi bersama.
Satu jam sebelum acara digelar aku sudah mengenakan toga. Kudengar Pater Frans memanggilku. Ia tersenyum saat melihatku dengan toga. Ternyata ia hendak meminta bantuanku untuk menyetrika jubah yang akan dikenakannya saat aku diwisuda nanti. Saat melihatku telah siap dengan toga, ia lalu memintaku segera berangkat dan bertanya dimana ia bisa menyetrika. Segera kuambil jubahnya dan kusetrika. Ia tersenyum dan mengatakan baru melihat pertama kali orang dengan toga menyetrika jubah imamnya.
Bukan sebuah hal yang istimewa. Aku merasa bahagia bisa membantu beliau dengan hal kecil. Apapun yang diminta selama aku bisa, dengan cinta akan kulakukan.
Bagaimanapun ia adalah orang yang sangat berarti bagiku. Ia yang menemukanku dalam segala kekurangan dan persoalanku. Ia yang membawaku bisa studi hingga ke tingkat perguruan tinggi. Tanpa inisiatif dan kasihnya sebagai imam dan orang tua, mungkin aku bukan apa-apa saat ini. Mungkin saja aku masih ada di tanah kelahiranku di salah satu desa kecil di bagian tenggara Nanggroe Aceh Darussalam.
Ia adalah tangan yang digunakan Kristus untuk menuntunku dan menolongku selama 7 tahun terakhir, di masa awal aku dibantu oleh para Imam Societas Verbi Divini di Aceh Tenggara. Ia tak menuntut. Bahkan memberi kebebasan memilih untukku. Ia tak pernah meminta balas budi. Pertolongannya merupakan bagian dari pelayanannya dan cinta yng diwriskan Kristus secara Cuma-Cuma. Ia mengingatkanku pada kata-katanya yang menyitir ayat injil. Apa yang telah diberikan Kristus secara Cuma-Cuma hendaklah diberikan juga secara Cuma-Cuma. Sebab segala sesuatu hakikatnya berasal dari Dia, Allah dan Tuhanku.
Persahabatan dan Dedikasi
Kusetrika jubahnya saat Haris berdiri di depanku dengan Toga lengkap. Ia tersenyum. Kukatakan padanya, kalau aku merasa lucu melihat diriku mengenakan toga. Serasa seperti badut, ujarku.
Setelah siap dengan semuanya aku meminta berkat dari Pater Frans, begitu pula dengan Haris mengikutiku meminta berkat. Aku mohon restu dari mama Dona yang juga sudah kuanggap sebagai orang tuaku. Sebuah kebiasaanku dulu semasa masih tinggal seatap dengan Pater Frans dan komunitas pastoran lainnya.
Setelah itu aku bergegas menuju ruang kelas tempat awal dimulainya perarakan menuju gedung auditorium. Berbagai hal berkecamuk dalam diriku. Termasuk kegagalanku meraih predikat sebagai mahasiswa dengan IP terbaik. Aku merasa tak mampu memberikan kebahagiaan pada Pater Frans yang telah memberi banyak hal padaku. Aku merasa galau, padahal secara khusus ia menghadiri wisudaku dan di saat itu aku tak berhasil memberikan yang terbaik baginya.
Tak bisa memberikan. Padahal selama ini ia telah banyak memberikan hal berharga. Termasuk dengan menjadi seorang yang tak hanya sebagai imam. Bahkan ia berhasil menjadi sahabat yang baik denganku. Ia menempatkan diri sama denganku sehingga aku mampu memahami dan mengerti beliau, bahkan sebagai sahabat.
Walau tak bisa memberikan IP yang terbaik, kuterima bahwa apapun yang kuraih itulah yang kudedikasikan baginya. Seluruh perjuanganku selama tiga tahun di bangku kuliah, keberhasilan dan kegagalan yang berada bersama masa itu, kudedikasikan bagi Pater Frans. Selama perarakan aku memantapkan langkahku. Aku bahagia dan bersyukur dianugerahi keberhasilan menyelesaikan studi.
Selama acara wisuda berlangsung aku melihat banyak hal. Termasuk aku bisa memandang raut muka Ibu Indri, dosen dan sekaligus ibu yang telah banyak menolongku selama Pater Frans belum mengirimiku biaya studi dan living cost. Entah apa yang berkecamuk dalam dirinya saat ia berdiri di depan sebagai bagian dari senat akademik yang akan mewisudaku. Namun yang pasti aku bersyukur bahwa kerap kali Ibu Indri memberikan pertolongan disaat yang tepat.
Sambutan dari Direktur ASMI Santa Maria yang juga Ibu Asramaku, Sr.Clarentine, lumayan panjang. Ia menjabarkan kunci menuju sukses sebuah lembaga dalam menghasilkan output yang berkualitas. Setelah itu ia menyatakan syukur untuk beberapa keberhasilan yang sepanjang 2007 telah berhasil diperoleh ASMI Santa Maria. Tak lupa ia membanggakan angkatan kami yang telah cukup signigfikan mengubah wajah dan dinamika kemahasiswaan di kampus. Entah bagaiman, karena tak tertulis di teks sambutan, ia menyatakan kebanggaannya pada angkatan kami dan menyatakan secara publik bahwa dari angkatan kami yang diwisuda aku sebagai mahasiswa teladan. Dengan bangga ia menyebut namaku dan memintaku berdiri dihadapan publik. Tak lupa ia menyampaikan terima kasih atas peran serta Pater Frans yang telah mengirimku untuk studi di kampus yang dipimpinnya.
Aku meraih Indeks Prestasi Kumulatif sebesar 3,76, selisih 0,02 dari peraih IPK tertinggi dari Program Studi Manajemen Perusahaan. Walau awalnya aku sedih karena merasa dikalahkan, aku tetap legowo. Lagipula selama tiga tahun terakhir aku mendapatkan banyak kebanggaan, pujian, keberhasilan, dan banyak macam hal yang memuaskanku.
Syukur Pada-Mu
Pada akhirnya sekali lagi aku ucapkan terima kasih atas rahmat-Mu ya Tuhan dan Allahku. Semoga langkah pasca wisuda menjadi lebih baik. FIAT FOLUNTAS TUA!
Senin, 01 Oktober 2007
TRIMS TUHAN & ALLAHKU
BKSN 2007 PMKRI Yogyakarta yang menjadi tanggungjawabku telah usai
Usai dengan segala kelebihan dan kekurangannya
Hari ini aku mempersiapkan diri untuk wisuda
Berkati aku dalam menjalani masa depanku
Yang semuanya kuserahkan hanya padaMu
Trims X-tus, Tuhan & Allahku