Pilihan

Minggu, 01 Maret 2009

PANGGUNG POLITIK MENUJU PANGGUNG HIBURAN

Perkembangan politik nasional akhir-akhir ini tampaknya menunjukkan gejala entertaint. Tidak ada pendidikan dan perkembangan politik yang mendewasakan bangsa ini lewat topic-topik media mengenai politikus kita. Layaknya panggung hiburan, dunia politik nasional pun kebanyakn menyajikan kekonyolan para politikus kita. Mulai dari kritik PDI-Perjuangan lewat Bu Mega yang terkesan lebih emosional ketimbang mengedepankan tangungjawab moralnya sebagai partai oposan untuk menunjukkan data-data mutakhir dan solusi atas kemelut persoalan bangsa ini. Demikian pula yng dikritik, pemerintahan terutama sosok SBY lebih sibuk mengurusi pamor partainya lewat iklan-iklan yang gencar dilakukan di pelbagai media nasional dan local. Klaim sukses pun diwartakan sebagai upaya mendongkrak simpati masyarakat pemilih di Pemilu 2009 mendatang. Tak hanya sampai disitu, sikap tidak dewasa yang ditunjukkan SBY lewat respon atas isu ABS dikalangan unternal TNI pun ditanggapi dengan tidak proporsional. Seolah hendak membangun opini SBY yang Terdzalimi, partai democrat dan SBY sibuk mengeluarkan statement konyol di media. Mulai dari sitiran pada para politikus untuk tidak main keroyokan hingga respon emosional terhadap isu ABS yang sebenarnya dapat digolongkan sebagai gossip, sebab tidak diketahui darimana isu itu muncul.
Hasil survey memang menunjukkan bahwa dalam Pemilu ini nanti SBY versus Mega, lagi-lagi bersaing menuju RI 1. Namun apa yang ditampilkan oleh kedua tokoh nasional ini pada akhirnya bukan tidak mungkin menyadarkan masyarakat kita tentang kekonyolan pemimpinnya dalam menyikapi soal kebangsaan dan Negara ini. Para pemimpin kini tak ubahnya comedian yang mengocok perut masyarakat kita yang tak kunjung sejahtera. Pemimpin yang menghabiskan waktu dengan sindir menyindir tanpa memikirkan krisis global dan krisis mental yang menyengsarakan rakyat.
Kejenuhan terhadap situasi ini pula pada akhirnya yang membuka ruang bagi para capres-capres alternative untuk menunjukkan kualitas dirinya pada khalayak umum. Tidak sebatas iklan namun juga tindakan konkrit menjawab berbagai soal bangsa yang akhir-akhir ini bertambah. Mulai dari korupsi, banjir, bencana alam, hingga mental kekanak-kanakan yang kian mewabah dikalangan intelektual dan pemimpin partai. Maka bagi setiap warga Negara yang memiliki hak dan kualitas diri, mari tunjukkan daya dan kualitas diri membangun bangsa ini. Tidak sebatas menjadi capres, taoi juga bias menjadi sahabat bagi yang terpinggirkan. Jabatan bagaimanapun seharusnya dipandang sebagai sarana pengabdian bagi kesejahteraan banyak orang. Bukan semata-mata tahta untuk jadi sorotan ratusan juta pasangf mata manusia Indonesia.
Perubahan segera datang. Bersiaplah sebelum kita buta terhadap perubahan!