Sebagai sebuah catatan singkat, penulis tertarik untuk
mengulas sedikit tentang Kaderisasi dalam tubuh internal masyarakat KATOLIK.
Hal ini menarik bagi saya karena hingga hari ini kaderisasi bagi kaum muda
katolik masih belum beranjak secara signifikan. Terlebih setelah beberapa
organisasi mainstream yang menggunakan label katolik banyak yang mengalami
pasang surut dan bahkan ada yang sedang karam. Sejauh pemahaman dan yang saya
ketahui dalam kontek Keuskupan Agung Semarang, ada macam ragam kaderisasi
awam. Kaderisasi berbasis spiritual dalam berbagai bentuk juga marak mengikuti
spiritualitas tarekat yang mendampingi.
Kaderisasi Sosial Politik sebagaimana yang lekat dengan citra Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) juga hadir dalam berbagai bentuk. Namun gerakannya masih terbatas pada upaya produksi insan katolik lewat jalur pelatihan. Bukan sebuah komunitas yang bergerak dan mampu menampakkan wajah yang luas di masyarakat. Ada upaya dari beberapa kalangan muda Yogyakarta yang mencoba mendorong mahasiswa katolik untuk tampil ke wilayah ini namun sifatnya sporadis dan tidak sistemik. Hal ini terjadi di tengah arus apatisme kuat yang menyeruak di kalangan mahasiswa yang merupakan generasi digital dan smartphone. Belum ada langkah taktis yang dapat dikatakan sukses untuk menarik kaum muda dari rumitnya dan juga kompleksnya praktik pendidikan di kampus.
EGO golongan yang kuat dan besar masih menjadi salah satu tantangan para pendamping kaderisasi. Sudah ada upaya misalnya di wilayah gerejani Semarang membangun kordinasi kaderisasi, sejauh ini sesuai Arah Dasar Keuskupan, walau masih bergerak perlahan. Kaderisasi awam dalam tubuh gereja tak ubahnya seperti dalam PMKRI. PMKRI hanya salah satu contoh terumit yang barangkali ada. Namun dalam konteks cabang, PMKRI masih patut bersyukur bila ada cabang yang
Kaderisasi Sosial Politik sebagaimana yang lekat dengan citra Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) juga hadir dalam berbagai bentuk. Namun gerakannya masih terbatas pada upaya produksi insan katolik lewat jalur pelatihan. Bukan sebuah komunitas yang bergerak dan mampu menampakkan wajah yang luas di masyarakat. Ada upaya dari beberapa kalangan muda Yogyakarta yang mencoba mendorong mahasiswa katolik untuk tampil ke wilayah ini namun sifatnya sporadis dan tidak sistemik. Hal ini terjadi di tengah arus apatisme kuat yang menyeruak di kalangan mahasiswa yang merupakan generasi digital dan smartphone. Belum ada langkah taktis yang dapat dikatakan sukses untuk menarik kaum muda dari rumitnya dan juga kompleksnya praktik pendidikan di kampus.
EGO golongan yang kuat dan besar masih menjadi salah satu tantangan para pendamping kaderisasi. Sudah ada upaya misalnya di wilayah gerejani Semarang membangun kordinasi kaderisasi, sejauh ini sesuai Arah Dasar Keuskupan, walau masih bergerak perlahan. Kaderisasi awam dalam tubuh gereja tak ubahnya seperti dalam PMKRI. PMKRI hanya salah satu contoh terumit yang barangkali ada. Namun dalam konteks cabang, PMKRI masih patut bersyukur bila ada cabang yang